JAKARTA - Kampung Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara kembali masuk dalam perdebatan. Hal ini bermula dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memilih mengambil tanah di Kampung Akuarium untuk dibawa ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dalam prosesi penyatuan tanah dan air seluruh provinsi pada Senin, 14 Maret kemarin.
Lalu, keputusan ini diprotes oleh Fraksi PDIP DPRD DKI. PDIP menyinggung kembali masalah pelanggaran aturan yang pernah dilakukan Anies saat menata Kampung Akuarium.
Masalah awalnya begini. Kampung Akuarium dikenal sebagai salah satu kawasan perkampungan kumuh di pesisir utara Jakarta. Pada tahun 2016, wilayah ini digusur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok ketika menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Alasannya, Ahok ingin membangun sheetpile di daerah sana, di dekat Museum Baharai dan Pasar Ikan. Selain itu, Ahok juga hendak membangun tanggul untuk mencegah air laut.
Dalam proses penggusuran, ternyata Pemprov DKI Jakarta menemukan benteng peninggalan Belanda. Melihat itu, Ahok jadi punya keinginan untuk merestorasi cagar budaya tersebut.
Rencana awal Ahok yang ingin menata ulang kawasan Kampung Akuarium jadi terhambat karena penemuan benteng peninggalan Belanda tadi. Proyek tersebut pun terbengkalai, meskipun sebagian warga sudah direlokasi ke rumah susun Marunda dan rumah susun Rawa Bebek.
Namun, warga kembali berdatangan setelah Anies Baswedan menjanjikan akan kembali membangun rumah permanen di Kampung Akuarium. Janji itu dikumandangan oleh mantan menteri pendidikan saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017.
- Babak baru Kampung Akuarium oleh Anies
Januari 2018, Anies memenuhi janjinya dengan membangun tiga blok shelter untuk warga Kampung Akuarium. Bangunan ini selesai empat bulan kemudian.
Setelah membangun shelter, Anies melanjutkan dengan membangun hunian yang sifatnya lebih permanen dalam program penataan kampung kumuh. Pembangunan pemukiman dengan konsep rumah susun empat tingkat ini memiliki 5 blok.
Total, ada 240 unit rumah dengan tipe 27 meter persegi tiap unit dari lahan seluas 10 hektare tersebut. Sampai akhirnya, bertepatan dengan perayaan HUT RI ke-76, Anies meresmikan Kampung Susun Akuarium.
BACA JUGA:
- Kenapa bisa disebut langgar aturan?
Anggota Komisi A DPRD DKI Gembong Warsono menilai pembangunan rumah susun di Kampung Akuarium melanggar Perda RDTR. Kata Gembong, lokasi Kampung Akuarium dalam Perda RDTR dan Zonasi merupakan zona merah. Artinya, kata Gembong, lokasi tersebut tak bisa digunakan untuk pemukiman warga.
"Zona merah itu peruntukan pemerintahan. Katakan lah kayak kantor kelurahan bisa, kantor camat bisa. Tapi bukan permukiman warga. Kalau enggak kita sendiri, siapa yang mesti taatin Perda itu," ucap Gembong.
Gembong menilai, sampel tanah Kampung Akuarium yang diambil Anies dalam acara ritual Kendi Nusantara yang digelar Presiden Jokowi tak tepat. Di lokasi itu, program penataan pemukiman Kampung Akuarium yang dilakukan Anies hanya seolah-olah berpihak pada rakyat kecil, sementara ada aturan yang dilanggar Anies dalam pembangunan tersebut.
"Dulu itu pemukiman warga, sempat dilakukan penggusuran dan dikembalikan kepada fungsi semula, yaitu untuk heritage. Lah, sekarang disulap kembali dijadikan hunian dengan harapan supaya keberpihakan Anies ke rakyat, seolah olah kan begitu. Padahal berpihak, tapi melanggar aturan.
Harapan Gembong, polemik yang ada di Kampung Akuarium selama masa kepemimpinan Anies di Jakarta tak terjadi saat pembangunan IKN nanti.
"Jangan sampai nanti IKN terbawa kepada psikologi seperti itu, seolah-olah berpihak tapi melanggar aturan, kan enggak boleh juga. IKN jangan sampai bawa bawa faktor psikologis seperti itu," imbuhnya.