Anies Revisi UMP DKI, PDIP: Tandanya Tak Lakukan Kajian, TGUPP <i>Opo</i> Kerjanya?
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan/DOK FOTO: Diah Ayu-VOI

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI tahun 2022 dari sebelumnya 0,85 persen menjadi 5,1 persen.

Hal ini dikritik oleh Fraksi PDIP DPRD DKI. Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono menilai perubahan UMP menandakan Anies dan jajarannya tak melakukan kajian secara komprehensif dalam menentukan bersaran pengupahan.

"Bicara masalah kebijakannya berubah-ubah soal kenaikan UMP, itu menandakan bahwa kenaikan tidak melakukan kajian," kata Gembong kepada wartawan, Selasa, 21 Desember.

Gembong mengaku heran dengan adanya perubahan nominal UMP ini. Padahal, Anies memiliki puluhan Anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI yang bertugas melakukan kajian hingga memberi masukan mengenai program Pemprov DKI.

"Padahal dia punya tim yg luar biasa banyak. Ada 76 orang yang digaji rakyat Jakarta, loh. TGUPP opo kerjanya? kenapa tidak melakukan kajian soal kenaikan UMP?" cecar Gembong.

Diketahui, Anies mengubah kenaikan UMP dari awalnya 0,85 persen menjadi 5,1 persen. Pada tahun 2021, UMP DKI sebesar Rp4.416.186. Jika naik 0,85 persen atau sebesar Rp37.749, UMP 2022 menjadi Rp4.453.935. Lalu, saat Anies menaikkan 5,1 persen atau Rp225.667, maka UMP DKI tahun depan menjadi Rp4.641.854.

Kebijakan ini diprotes oleh asosiasi pengusaha. Saat mendapat krtitik hingga protes dari kaum pengusaha soal revisi kenaikan UMP, Anies tak gentar. Ia justru menjawab alasan perubahan kenaikan UMP dengan menjabarkan logikanya.

Anies menuturkan, keputusan merevisi kenaikan UMP berasal dari perasaannya yang terganggu melihat hasil formula UMP yang diatur Peraturan Pemerintah (PP) 36/2021 tentang Pengupahan.

Formula ini menghasilkan angka kenaikan UMP 0,85 persen. Anies mengaku heran, disaat kondisi perekonomian mulai pulih akibat pandemi, kenaikan UMP menghasilkan angka yang kecil.

"Tahun ini ketika kita gunakan formula yang digunakan oleh Kementerian Tenaga Kerja keluarnya 0,8 persen. Bayangkan, kondisi ekonomi yang sudah lebih baik pakai formula malah keluarnya angka 0,8 persen. Kan itu mengganggu rasa keadilan bukan?" ungkap Anies saat ditemui di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Senin, 20 Desember.

"Karena itulah kita kaji dari inflasi dan pertumbuhan (ekonomi), sehingga akhirnya keluar angka 5,1 persen," lanjut dia.