JAKARTA - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR tak mengulangi kesalahannya saat mencari pengganti Lili Pintauli Siregar.
Lili mundur dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK saat dirinya diduga menerima akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika dari PT Pertamina (Persero). Pengunduran diri ini secara resmi disetujui Jokowi dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pada Senin, 11 Juli.
"Presiden dan DPR tidak boleh mengulangi lagi kesalahan atau kekeliruan pada 2019," kata Kurnia kepada wartawan di gedung ACLC, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Juli.
Kurnia menyinggung momentum mundurnya Lili itu dapat dimanfaatkan Presiden Jokowi dan DPR untuk mencari pimpinan KPK yang berintegritas dan independen.
"Karena terbukti apa yang mereka pilih, tetapkan, dan lantik sekarang dipenuhi permasalahan," tegasnya.
"Maka dari itu, momentum hengkangnya saudari Lili ini harus dimanfaatkan Presiden Jokowi dan DPR untuk meletakkan aspek integritas, independen, dan profesional ketika menunjuk siapa pengganti saudari Lili," sambung pegiat antikorupsi itu.
BACA JUGA:
Selain itu, Kurnia menilai kinerja Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK pada 2019 juga harusnya menjadi sorotan. Sebab, mereka bersama Presiden Jokowi dan anggota Komisi III DPR RI ternyata memilih mereka yang bermasalah.
"Kejadian saudari Lili Pintauli, saudari Firli dan pimpinan lainnya adalah kekeliruan dasar dari pihak-pihak yang memilih, mencari, menetapkan dan melantik Pimpinan KPK. Di antaranya Pansel KPK, pemerintah, DPR, dan presiden," ujarnya.
Lili Pintauli dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena diduga menerima akomodasi dan tiket MotoGP Mandalika. Dalam melakukan pengusutan, Tumpak dkk telah meminta keterangan dari berbagai pihak termasuk Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati.
Hanya saja, persidangan ini dinyatakan gugur karena mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengundurkan diri dari jabatannya. Dewas KPK beralasan Lili sudah bukan lagi Insan KPK.