JAKARTA - Pengamat transportasi, Cecep Handoko menilai pembatalan rencana pemisahan tempat duduk pria dan wanita di dalam angkot oleh Pemprov DKI Jakarta merupakan hal tepat.
Sebab, menurut Cecep, terpisahnya kursi penumpang pria dan wanita belum tentu efektif dalam mencegah pelecehan seksual.
"Kami mengeapresiasi kebijakan pembatalan pemisahan tempat duduk pria dan wanita di angkot tersebut. Kebijakan pemisahan tempat duduk penumpang belum efektif untuk mencegah tindak pelecehan seksual," kata Cecep dalam keterangannya, Kamis, 14 Juli.
Cecep memandang, Dinas Perhubungan DKI cukup menguatkan kebijakan penanganan kemanan penumpang angkutan umum yang sudah ada.
Penguatan kebijakan yang sudah ada diperkuat. Sehingga ruang terjadinya pelecehan seksual di ruang publik semakin sempit," ucap Cecep.
Saat ini, Pemprov DKI telah memembentuk POS Sahabat Perempuan dan Anak (POS SAPA) di Moda Transportasi yang di dalamnya dilengkapi dengan nomor aduan 112. Petugas yang melayani nomor aduan diklaim sudah terlatih dalam menangani kasus-kasus terkait.
Fasilitas POS SAPA tersebut sudah terdapat di 23 halte Transjakarta, 13 stasiun MRT dan 6 stasiun LRT. Ke depan, POS SAPA akan terus ditambahkan termasuk menjangkau layanan angkot.
"Ke depannya, POS SAPA harus terus ditambah jumlahnya guna menjangkau layanan angkot, begitu juga harus ada CCTV di angkot yang terintegrasi control room smart city DKI Jakarta," ujar Cecep.
"Kemudian pelatihan Pengemudi Jaklingko khusus angkot dalam melakukan upaya pencegahan dini tindak kejahatan juga perlu diperkuat," tambahnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta membatalkan penerapan pemisahan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan di angkot. Menurut Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo, kebijakan tersebut untuk saat ini belum bisa dilaksanakan.
"Dengan mempertimbangkan kondisi yang ada di dalam masyarakat, terhadap wacana pemisahan penumpang laki-laki dan perempuan di dalam angkot saat ini belum dapat dilaksanakan," kata Syafrin pada wartawan, Rabu, 13 Juli.
Salah satu caranya adalah mengkaji rencana pengadaan angkutan kota (angkot) khusus perempuan. "Dishub DKI Jakarta akan membuat regulasi komprehensif untuk angkot dan transportasi publik di Jakarta, antara lain mengkaji lebih lanjut ide terkait angkot atau mikrotrans khusus perempuan," ungkap Syafrin.
Selain itu, Syafrin juga mewajibkan setiap transportasi umum di Jakarta untuk memasang stiker yang menampilkan nomor darurat sebagai aduan pelecehan, 112, di tempat yang terlihat jelas oleh seluruh penumpang.