Buntut Kasus Pelecehan, Pemprov DKI Pertimbangkan Angkot Khusus Perempuan
ILUSTRASI ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut pihaknya tengah mempertimbangkan sejumlah upaya pencegahan pelecehan seksual di angkutan umum. Salah satunya dengan rencana pengadaan angkutan kota (angkot) khusus perempuan.

Hal ini dilakukan dalam merespons kasus dugaan pelecehan seksual di angkot beberapa waktu lalu.

"Dishub DKI Jakarta akan membuat regulasi komprehensive untuk angkot dan transportasi publik di Jakarta, antara lain mengkaji lebih lanjut ide terkait angkot atau mikrotrans khusus perempuan," kata Syafrin kepada wartawan, Rabu, 13 Juli.

Selain itu, Syafrin juga mewajibkan setiap transportasi umum di Jakarta untuk memasang stiker yang menampilkan nomor darurat sebagai aduan pelecehan, 112, di tempat yang terlihat jelas oleh seluruh penumpang.

Pemprov DKI juga akan menyempurnakan SOP yang ada saat ini terkait penanganan keadaan darurat, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pencegahan dan penanganan kejadian pelecehan, dengan mengutamakan perlindungan korban.

"Kami memastikan seluruh pengemudi, staff station, atau petugas transportasi publik memahami SOP masing-masing melalui sosialisasi, pendidikan, serta pelatihan," ujarnya.

Rencana lainnya, Pemprov DKI akan memanfaatkan teknologi dengan pemasangan CCTV dan sistim tiketing berbasis face recognition. Namun, hal ini masih akan dikaji lebih lanjut.

Sebelumnya, Dishub DKI Jakarta merecanakan adanya pemisahan kursi penumpang angkot pria dan wanita. Direncanakan, penumpang pria akan duduk di deretan kursi sebelah kanan dengan kapasitas enam orang dan penumpang perempuan akan duduk di sebelah kiri dengan kapasitas empat orang.

Pemisahan kursi penumpang yang berbeda jenis kelamin ini muncul usai kasus pelecehan seksual pada angkot jurusan M-44 rute Tebet-Kuningan yang viral beberapa waktu lalu. Ternyata, rencana ini menuai kritikan dari sejumlah pihak dan Dishub akhirnya membatalkan rencana tersebut.