JAKARTA - Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menanggapi rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan pengadaan angkutan kota (angkot) atau Mikrotrans khusus wanita.
Sebagai informasi, rencana angkot khusus wanita ini merupakan upaya Pemprov DKI untuk mencegah terulangnya kasus pelecehan seksual yang terjadi beberapa waktu lalu.
Djoko menilai, cara yang lebih efektif untuk menanggulangi pelecehan di transportasi umum adalah pemasangan kamera CCTV di setiap angkutan, dibanding melakukan pengadaan angkot khusus perempuan.
Djoko bilang, berkaca pada kasus-kasus yang ada, tindakan pelecehan tidak hanya terjadi pada lawan jenis, namun juga sesama jenis.
"Pelecehan bisa terjadi tidak hanya berlawanan jenis, tapi bisa juga sesama jenis. Lebih baik, lengkapi angkot dengan CCTV seperti yang diterapkan pada feeder Batik Solo Trans di Solo," kata Djoko saat dihubungi VOI, Kamis, 14 Juni.
Djoko menjelaskan, dengan adanya CCTV yang merekam sisi dalam angkot, tindakan pelecehan seksual bisa terbukti dengan jelas. Pelaku pun tidak bisa mengelak kepada petugas yang menangani kasus pelecehan ini.
"Kalau terekam CCTV kan mudah dapat bukti untuk dilaporkan pada polisi," tutur Djoko.
Tidak cukup sampai di situ, Djoko menyebut sang sopir angkot juga harus proaktif bila terjadi kasus pelecehan dalam angkutan yang ia kemudikan.
"Minimal, sang sopir bisa laporkan pelaku pada kantor polisi terdekat," tambahnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menyebut pihaknya tengah mempertimbangkan sejumlah upaya pencegahan pelecehan seksual di angkutan umum. Salah satunya dengan rencana pengadaan angkutan kota (angkot) khusus perempuan.
Hal ini dilakukan dalam merespons kasus dugaan pelecehan seksual di angkot jurusan M-44 rute Tebet-Kuningan beberapa waktu lalu.
"Dishub DKI Jakarta akan membuat regulasi komprehensif untuk angkot dan transportasi publik di Jakarta, antara lain mengkaji lebih lanjut ide terkait angkot atau mikrotrans khusus perempuan," kata Syafrin kepada wartawan, Rabu, 13 Juli.
Selain itu, Syafrin juga mewajibkan setiap transportasi umum di Jakarta untuk memasang stiker yang menampilkan nomor darurat sebagai aduan pelecehan, 112, di tempat yang terlihat jelas oleh seluruh penumpang.
Ia melanjutkan, Pemprov DKI juga akan menyempurnakan SOP yang ada saat ini terkait penanganan keadaan darurat, untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pencegahan dan penanganan kejadian pelecehan, dengan mengutamakan perlindungan korban.