16 Pengembang di Kepulauan Seribu Belum Serahkan Kewajiban SIPPT, Bupati Jelaskan Penyebabnya
Bupati Kepulauan Seribu memberikan keterangan pada awak media di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Kamis (30/6/2022). (ANTARA/Ricky Prayoga)

Bagikan:

JAKARTA - Bupati Kepulauan Seribu Junaedi mengaku ada 16 pengembang di Kepulauan Seribu yang belum menyerahkan kewajiban mereka sebagai pemegang Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT). 

Junaedi menjelaskan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Seribu tengah berupaya menagih kewajiban pengembang untuk menyerahkan 40 persen aset lahan yang mereka gunakan. Mengingat, aset lahan ini akan digunakan pemerintah untuk mebangun fasos-fasum.

"Masalah itu sudah lama. Sejak saya jadi bupati sudah ada. Kami tetap berupaya dalam rangka kewajiban SIPPT itu agar mereka serahkan ke kami," kata Junaedi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 11 Juli.

Junaedi menjelaskan kendala dalam pengejaran pemenuhan kewajiban pengembang ini. Ia menyebut, sejumlah pengembang sudah tidak beroperasi akibat pailit, kantor yang tidak diketahui keberadannya, manajemen perusahaan yang sudah berubah, kantor pindah alamat, kontak person tidak diketahui, hingga kepemilikan pulau telah berganti.

Junaedi pun mengaku dirinya tidak bisa langsung mengenakan sanksi kepada pengembang yang belum memberikan kewajiban SIPPT tersebut.

"Kami hanya terbatas melaksanakan upaya penagihan kewajiban pengembang SIPPT, namun tidak memiliki kewenangan dalam pemberian sanksi," ucap dia.

Karenanya, Junaedi menjelaskan sejumlah cara agar kewajiban tersebut bisa dipenuhi. Salah satunya adalah menurunkan nilai jual objek pajak (NJOP) dari kewajiban 40 persen lahan yang akan disertifikasi sebelum dilakukan balik nama atas nama pemerintah daerah.

Mengingat, lanjut dia, banyak pengembang yang tidak sanggup melakukan sertifikasi lahan kewajiban lantaran adanya kenaikan NJOP mencapai 1000 persen sejak tahun 2016 itu.

"Kami bersurat ke Pak Gubernur bagaimana pulau tersebut kami turunkan NJOP-nya. Yang menjadi keberatan mereka kan biaya sertifikasinya karena sebelum 40 persen (aset lahan) diserahkan ke pemda, semua luasan (lahan) itu harus disertifikatkan. Sementara, ketika mau memproses, biayanya mahal. Alhamdulillah, Pak Gubernur menyetujui penurunan-penurunan daripada NJOP," urai dia.

Lalu, terhadap pengembang yang saat ini masih "kabur" dan tidak diketahui keberadaannya, Junaedi menyebut pihaknya akan kembali mengonfirmasi para pemegang SIPPT terkait kendala pemenuhan kewajiban.

"Kita tetap cari. Yang namanya pulau, pengembang punya lahan, ya pasti ada. Makanya kita upaya terus untuk bagaimana agar dia juga tertarik kembali, untuk bisa membangun pulaunya," imbuhnya.