KPK Cari Aset Milik Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy di Jakarta
Gedung KPK/Foto: Antara

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aset yang dimiliki Wali Kota nonaktif Ambon Richard Louhenapessy, termasuk di Jakarta. Penelusuran ini dilakukan dengan memeriksa lima orang saksi pada Kamis, 7 Juli kemarin.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan pemeriksaan tersebut dilakukan di dua tempat, yaitu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan dan Mako Brimobda Maluku.

Mereka yang diperiksa adalah Sekdis PUPR Ivony A.W. Latuputty; wiraswasta, Suminsen; ibu rumah tangga, Rakhmiaty; Kepala Dinas PUPR periode 2018-2021 Enrico Rudolf Matitaputty; dan mantan Sekretaris Daerah Kota Anthony Gustav Latuheru.

"Dikonfirmasi terkait adanya dugaan kepemilikan berbagai aset dari tersangka RL di beberapa daerah di antaranya di Jakarta," kata Ali kepada wartawan, Jumat, 8 Juli.

Selain itu, penyidik juga mendalami proses pengajuan pembangunan izin gerai Alfamidi di Kota Ambon. Ali bilang, KPK menduga ada pemberian uang dalam tiap tahapan.

"Seluruh saksi memenuhi panggilan tim penyidik dan didalami lebih lanjut antara lain terkait dengan proses pengajuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon dan dugaan adanya pemberian uang untuk setiap tahapan permohonannya," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, Richard dan staf tata usaha pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan prinsip pembangunan cabang ritel pada tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.

Sementara itu, sebagai pemberi suap adalah Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.

Mengenai konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada tahun 2020 Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.

Dalam pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU) dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.

Sedangkan untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai Alfamidi, ada dugaan Richard menerima uang sebesar Rp500 juta dari Amri melalui rekening bank milik Andrew. Selain itu, Richard juga diduga menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi.