Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik aset dimiliki Wali Kota Ambon nonaktif Richard Louhenapessy. Hal ini dilakukan dengan memeriksa dua saksi pada Senin, 4 Juli.

Dua saksi yang diperiksa adalah wiraswasta bernama Philygrein Miron Calvert Hehanusa dan Liberina Louisa Evelien yang merupakan pihak swasta. Keduanya diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

"Didalami pengetahuannya terkait aset-aset milik tersangka RL dalam rangka pembuktian unsur pasal TPPU," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan, Selasa, 5 Juli.

Selain menelisik aset yang dimiliki, penyidik komisi antirasuah juga menelusuri uang yang diduga diterima Richard terkait perizinan selama menjabat sebagai Wali Kota Ambon.

Sebenarnya, komisi antirasuah juga akan memeriksa saksi lainnya yaitu Fahri Anwar. Tapi, Ali mengatakan, dia justru mangkir.

"Saksi Fahri Anwar S tidak hadir tanpa konfirmasi. Akan dijadwal ulang dan kpk ingatkan agar saksi koperatif hadir memenuhi panggilan KPK," tegasnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Richard Louhenapessy sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Dia diduga menyamarkan hasil suap dalam bentuk aset yang diatasnamakan orang lain.

Selain dugaan pencucian uang, Richard dan staf tata usaha pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH) ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan prinsip pembangunan cabang ritel pada tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi.

Sementara itu, sebagai pemberi suap adalah Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon.

Mengenai konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa pada tahun 2020 Richard yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.

Dalam pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.

Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya surat izin tempat usaha (SITU) dan surat izin usaha perdagangan (SIUP).

Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.

Khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel itu, ada dugaan Amri memberikan kembali uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.

Ada dugaan Richard menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi. Hal tersebut masih akan terus didalami lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.