Barat Ingin Kalahkan Rusia di Medan Perang, Presiden Putin: Biarkan Mereka Mencoba
Ilustrasi Presiden Rusia Vladimir Putin saat parade Victory Day. (Wikimedia Commons/The Presidential Press and Information Office)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Vladimir Putin tanpa ragu menyebut, jika negara-negara Barat ingin mengalahkan Rusia di medan perang, mereka dapat mencobanya dengan pada saat bersamaan kembali mengingatkan, tekad untuk berjuangan hingga Ukraina terakhir hanya merugikan warga sipil.

Rusia baru saja memulai di Ukraina, kata Putin dalam pidato di hadapan para pemimpin parlemen, sementara prospek untuk negosiasi apa pun akan semakin redup semakin lama konflik berlarut-larut.

"Hari ini kami mendengar bahwa mereka ingin mengalahkan kami di medan perang. Apa yang bisa Anda katakan, biarkan mereka mencoba," kata Presiden Putin dalam pidato yang disiarkan televisi kepada para pemimpin parlemen, melansir Reuters 8 Juli.

"Kami telah mendengar berkali-kali bahwa Barat ingin melawan kami hingga Ukraina terakhir. Ini adalah tragedi bagi rakyat Ukraina, tetapi tampaknya semuanya menuju ke arah ini," sesalnya.

"Semua orang harus tahu bahwa, pada umumnya, kami belum memulai apa pun dengan sungguh-sungguh," tambahnya.

"Pada saat yang sama, kami tidak menolak pembicaraan damai. Tetapi mereka yang menolaknya harus tahu bahwa semakin jauh, semakin sulit bagi mereka untuk bernegosiasi dengan kami," tegas Presiden Putin.

Sebelumnya, mantan Presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan upaya Barat untuk menghukum kekuatan nuklir seperti Rusia atas perang di Ukraina berisiko membahayakan umat manusia, karena konflik hampir lima bulan membuat kota-kota hancur dan ribuan kehilangan tempat tinggal.

Invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari lalu memicu krisis paling serius dalam hubungan antara Rusia dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962, ketika banyak orang khawatir dunia berada di ambang perang nuklir.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin adalah penjahat perang, memimpin Barat dalam mempersenjatai Ukraina dan menjatuhkan sanksi yang melumpuhkan pada Rusia.

"Gagasan menghukum negara yang memiliki salah satu potensi nuklir terbesar adalah tidak masuk akal. Dan berpotensi menimbulkan ancaman bagi keberadaan umat manusia," ujar Medvedev yang saat ini menjabat sebagai wakil ketua Dewan Keamanan Rusia di Telegram.

Diketahui, Rusia dan Amerika Serikat mengendalikan sekitar 90 persen hulu ledak nuklir dunia, dengan masing-masing sekitar 4.000 hulu ledak dalam persediaan militer mereka, menurut Federasi Ilmuwan Amerika.

Medvedev menyebut Amerika Serikat sebagai kerajaan yang telah menumpahkan darah ke seluruh dunia, mengutip pembunuhan penduduk asli Amerika, serangan nuklir AS di Jepang dan sejumlah perang mulai dari Vietnam hingga Afghanistan.