Bagikan:

JAKARTA - Pengamat politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, menilai pasal-pasal kontroversial dalam draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) alias RUU KUHP melindungi nilai-nilai agama, moralitas, keragaman suku, ras, dan golongan.

"Menurut saya karakteristiknya saat ini memang RKUHP menyerap amanah dari Pasal 28J UUD NRI Tahun 1945 mengenai nilai-nilai agama, moral, dan ketertiban umum," ujar Nicky di Jakarta, Kamis 7 Juli.

Apabila melihat KUHP yang dibuat pada tahun 1915, menurut dia, nilai inti yang ingin dilindungi adalah liberalisme. Sementara itu, dalam RKUHP saat ini melindungi nilai-nilai agama, moral, keberagaman ras, suku, golongan, serta ketertiban umum dan keamanan.

Salah satu contohnya terdapat pasal yang mengatur sanksi pidana untuk kasus penodaan agama pada Pasal 302 RKUHP.

Pasal itu menyebutkan setiap orang di muka umum yang melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, menyatakan kebencian atau permusuhan, atau menghasut untuk melakukan permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, kepercayaan, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

"Lalu bagaimana keberagaman ras, golongan, dan suku juga dilindungi dalam RKUHP?" tanyanya disitat Antara.

Nicky menyebutkan, Pasal 242 yang menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap satu atau beberapa golongan atau kelompok penduduk Indonesia berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun.

"Saya melihat bahwa isu-isu yang sangat sensitif di Indonesia terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Hal ini memang yang harus dijaga keseimbangannya antara kebebasan di satu pihak dan kebebasan di pihak lain jangan sampai menjadi saling menyakiti dan menyerang," kata pengamat politik tersebut.

RKUHP ingin melindungi keberagaman ras, suku, golongan, dan agama sehingga pasal-pasal pidana bagi pelaku penista agama dan rasisme akan tetap ada.

Ketika ada oknum yang berupaya mengganggu hal tersebut, kata dia, akan langsung direspons dan ditindak oleh pasal-pasal dalam RKUHP. Hal ini dalam rangka menjaga keseimbangan tatanan masyarakat Indonesia.

"Karakter yang hendak dicapai melalui RKUHP ini adalah supaya keharmonisan antara masyarakat Indonesia yang sangat beragam dapat terjadi," kata Nicky.

Dalam kesempatan terpisah, pengamat politik Ujang Komarudin dari Universitas Al Azhar Indonesia mendukung pasal-pasal RKUHP yang melindungi nilai-nilai agama, moralitas, keberagaman suku, ras, dan golongan merupakan pasal-pasal yang baik dan tidak ada masalah karena memang dibuat demi kepentingan masyarakat.

"Rakyat sudah mendukung dan tidak ada yang mempermasalahkan pasal-pasal tersebut," kata Ujang saat dihubungi ANTARA.

Pemerintah dan DPR perlu mengajak tokoh-tokoh, organisasi keagamaan, aktivis perempuan, untuk bersama-sama memberi masukan lebih lanjut terhadap pasal-pasal yang bertujuan melindungi nilai agama serta moralitas dalam RKUHP tersebut.

Kendati demikian, Ujang mengatakan bahwa terdapat beberapa pasal RKUHP yang perlu pembahasan lebih intens dan perbaikan sebagaimana tuntutan publik, seperti Pasal 218 tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden, serta Pasal 351 mengenai penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

"Saya mendorong Pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang perlu menangkap aspirasi dari masyarakat tersebut," tandasnya.