JAKARTA - Lembaga amal Aksi Cepat Tanggap (ACT) menyebut belum tersosialisasi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang pemotongan dana sumbangan untuk biaya operasional sebesar 10 persen. Sehingga, sampai saat ini masih menerapkan pemotongan 13,7 persen.
"Ini (aturan potongan, red) general kami terima, suratnya tidak menyebutkan (10 persen, red)," ujar Presiden ACT, Ibnu Khajar kepada wartawan, Rabu, 6 Juli.
Menurutnya, aturan itupun baru diketahui setelah Kementerian Sosial (Kemensos) menjabarkan perihal itu saat konferensi pers beberapa waktu lalu.
Karena belum memahami aturan batas pemotongan maksimal untuk operasional, kata Ibnu, pihaknya pun meminta Kemensos untuk lebih menjelaskan terkait peraturan pemerintah itu.
Sehingga, tak ada kesalahan, termasuk dengan berbagai macam sumber dana yang diterima ACT.
"Status dana yang ada di kami itu macam-macam. Ini yang bisa jadi perlu ada satu sosialisasi lebih baik tentang aturan (pemotongan, red) operasional 10 persen," ungkapnya.
"Mungkin butuh sosialisasi lebih baik. Khawatir beberapa masyarakat kita bagian kemanusiaan belum banyak yang tahu," sambung Ibnu.
Sebab, lanjut Ibnu, sumber uang seperti dari dana bantuan sosial perusahaan atau CSR itu pemotongan untuk operasional dilakukan dengan kesepakatan dari berbagai yayasan yang mendapatkan bantuan itu.
"Kami sampaikan bahwa bagaimana dengan dana CSR, karena CSR itu ada komitmen dari yayasan bukan cuma ACT. Jangan-jangan lembaga lain juga kerja sama disepakati bahwa dana CSR perusahaan operasional 15 persen atau 13 persen atau 17 persen sebagai bagian dari program," jelas Ibnu.
BACA JUGA:
Kemudian dengan aturan pemotongan yang dipakai ACT, kata Ibnu, yang mengacu pada hitungan syariat pengelolaan zakat. Di mana besarannya adalah 1/8 atau 12,5 pesen.
"Mungkin berikutnya ada beberapa lembaga yang kelola zakat 12,5 persen atau 1/8. Beberapa fatwa MUI juga terkait dengan zakat juga berbeda lembaga zakat," kata Ibnu.