DPR: Dugaan Kasus ACT Jadi Momentum Dorong UU <i>Charity Act</i>
Salah satu bus operasional bertajuk humanity food bus dari ACT. (dok act.id)

Bagikan:

JAKARTA - Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) diterpa isu miring dugaan penyalahgunaan dana bantuan untuk memfasilitasi kehidupan mewah pimpinan lembaga tersebut.

Akibatnya netizen di Twitter memplesetkan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menjadi 'Aksi Cepat Tilep' yang disertai dengan kritikan publik.

ACT sendiri merupakan sebuah yayasan yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan. Namun, pendiri ACT Ahyudin diisukan menyelewengkan dana umat untuk kehidupan pribadinya.

Menanggapi hal itu, anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanulhaq, mengaku tak heran terkait dugaan “bancakan” di lembaga pengelola dana umat itu. Sebab menurutnya, kejadian tersebut layaknya fenomena gunung es yang banyak tak terungkap.

"Kasus ACT ini sesungguhnya akan membuka semacam fenomena gunung es adanya lembaga yang mengatasnamakan kemanusiaan bahkan keagamaan untuk menguras dana donasi dari publik yang memang ingin berbuat kebaikan. Bukannya disalurkan, dana-dana itu malah kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi," ujar Maman kepada wartawan, Senin, 4 Juli.

Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi itu pun meminta aparat hukum untuk memberi sanksi tegas apabila nantinya terbukti ada pengelola lembaga yang memanfaatkan donasi warga untuk keperluan pribadi.

"Jangan sampai ratusan miliar dana umat justru dijadikan bancakan untuk menumpuk kekayaan, melakukan gaya hidup hedonisme para pengelolanya," tegas Maman.

Selain itu, kata Maman, pemerintah juga perlu bergerak cepat untuk mencabut izin lembaga-lembaga yang terbukti melakukan penyelewengan dana dengan berkedok bantuan kemanusiaan.

Bahkan dugaan kasus ini, lanjut Maman, harus dijadikan momentum untuk mendorong pembentukan "UU Charity Act". Menurut politikus PKB ini, UU tersebut nantinya bakal jadi payung hukum untuk melakukan pengawasan superketat terhadap lembaga-lembaga bantuan sosial agar lebih transparan dan akuntabel.

"Sejauh ini belum ada regulasi yang mengakomodasi lembaga-lembaga seperti ini, yang ada adalah memberikan keleluasaan terhadap lembaga-lembaga sosial sehingga pengelolaannya ala kadarnya," pungkasnya.