JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengatakan buruh Indonesia akan mempersiapkan aksi mogok nasional, jika pemerintah tetap memutuskan tidak ada kenaikan upah minimum tahun 2021.
Presiden KSPI Said Iqbal berujar, bisa dipastikan aksi-aksi buruh akan membesar dan semakin menguat. Karena itu, ia meminta, agar para gubernur mengabaikan surat edaran Menteri Ketenagakejaan Ida Fauziyah yang menyatakan besaran nilai upah pada 2021 sama dengan 2020 atau tidak ada kenaikan.
Apalagi, kata Iqbal, polemik upah minum 2021 yang tak naik ini terjadi di tengah penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Bisa saja akhirnya kaum buruh mengambil keputusan mogok kerja nasional," ucapnya, dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 30 Oktober.
Iqbal mengatakan, pemerintah harus berhati-hati mengenai aksi mogok nasional kali ini. Sebab, aksi ini berbeda dengan mogok nasional yang dilakukan pada tanggal 6 hingga 8 Oktober lalu. Sebab, aksi tersebut menggunakan dasar unjuk rasa yang tertuang di dalam UU Nomor 9 Tahun 1998.
Menurut dia, kali ini bentuknya adalah mogok kerja nasional yang dilakukan oleh serikat buruh di tingkat pabrik. Sebab, persoalan upah adalah persoalan di tingkat perusahaan atau pabrik. Buruh bisa mengajukan perundingan kenaikan upah yang dilakukan secara bersamaan di masing-masing perusahaan.
Lebih lanjut, Iqbal menjelaskan, yang berbahaya adalah jika deadlock terjadi. Karena hal itu memenuhi persyaratan yang diatur UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk melakukan mogok.
"Menaker adalah orang yang paling bertanggung jawab kalau terjadi mogok kerja nasional. Setop produksi serentak di seluruh Indonesia. Itu boleh dalam UU Nomor 13 Tahun 2003. Mogok kerja nasional akan lebih dahsyat lagi. Saya tidak bisa bayangkan 5.000 perusahaan mogok kerja dan itu pasti bisa karena ini masalah upah," ucapnya.
BACA JUGA:
Iqbal mengatakan, pada tanggal 2 November KSPI dan buruh Indonesia akan melakukan aksi puluhan ribu buruh di depan Istana dan Mahkamah Konstitusi. Aksi juga akan dilakukan serentak di 24 provinsi dan melibatkan 200 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Tuntutan aksi meminta agar Omnibus Law UU Cipta Kerja dibatalkan.
"Selain itu, kami meminta Presiden Jokowi untuk menginstruksikan kepada Menaker agar mencabut surat edaran yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum 2021," katanya.
Aksi serupa juga akan dilakukan tanggal 9 November dengan titik aksi di depan Gedung DPR RI untuk mendesak dilakukan legislative review terhadap UU Cipta Kerja. Selanjutnya tanggal 10 November aksi akan dilakukan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, meninta Menaker mencabut surat edaran yang sudah dibuat.
Iqbal menegaskan, aksi-aksi yang akan dilakukan KSPI adalah aksi yang terukur, terarah, konstitusional, dan tidak anarkis.
"Di titik akhir, kami sedang mempertimbangkan untuk melakun mogok kerja nasional. Masalah upah ini melibatkan karyawan tetap dan kontrak. Hati-hati pemerintah," tuturnya.