Selain Tolak UU Cipta Kerja, Buruh juga Tuntut Kenaikan Upah 8 Persen
Demo buruh tolak UU Cipta Kerja, Kamis 8 Oktober. (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Kalangan buruh tetap meminta adanya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sekurang-kurangnya sebesar 8 persen untuk tahun 2021 mendatang. Ini diperlukan agar daya beli masyarakat bisa tetap terjaga.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, bahwa kenaikan upah yang ideal masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya.

"Di mana kenaikan sebesar 8 persen tersebut, setara dengan kenaikan upah minimum dalam tiga tahun terakhir. Walaupun pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi minus dalam 2 kuartal terakhir, tetapi daya beli masyarakat harus tetap dijaga," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima VOI, Kamis, 8 Oktober.

Saiq Iqbal mengatakan, dengan demikian meskipun ada inflasi harga barang tetap terjangkau dengan adanya kenaikan upah yang wajar. Kenaikan upah minimum ini sekaligus sebagai upaya untuk melakukan recovery ekonomi.

"Dalam situasi seperti sekarang ini, ekspor belum bisa diharapkan. Karena itu, untuk menjaga agar recovery ekonomi tetap terjadi, yang harus dilakukan adalah meningkatkan nilai konsumsi dengan cara meningkatkan kenaikan upah minimum tahun 2021," tegasnya.

Berkaca Pada Tahun 1998 dan 1999

Ketua Departemen Komunikasi dan Media Kahar S Cahyono mengatakan, dasarnya permintaan kenaikan upah ini berkaca situasi yang terjadi pada tahun 1998. Saat itu, terjadi krisis akibat inflasi, bahkan pertumbuhan ekonomi minus. Tapi 1998 upah minimum tetap naik.

"Begitu juga tahun 1999 walau pertumbuhan ekonomi minus tapi ada kenaikan," katanya.

Menurut Kahar, kenaikan upah bakal seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Hal ini bisa dilihat kala pemerintah mengucurkan dana untuk bantuan subsidi upah (BSU) sebesar Rp600.000 bagi pegawai yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

Sebaliknya, Kahar menolak usulan pengusaha yang menyebut tidak perlu ada kenaikan UMP di tahun depan. Hal itu hanya bakal mempersulit kondisi buruh yang saat ini sudah terjepit pandemi COVID-19.

Sekadar infomasi, pengusaha memang beralasan usulan upah minimum tak naik 2021 karena kondisi pandemi COVID-19 dan ekonomi Indonesia yang minus di tengah resesi.

"Menolak jika enggak ada kenaikan. Karena kami berkaca di tahun 1998, ketika pertumbuhan ekonomi minus besar itu tetap ada kenaikan. Di tahun ini pun ketika dikatakan pertumbuhan ekonomi minus, maka penting memastikan upah tetap ada kenaikan," jelasnya.

Di samping itu, Kahar mengatakan, jika kenaikan upah yang disetujui pemerintah tidak mencapai 8 persen, pihaknya tetap mengusahakan kenaikan diangka tersebut.

"Sikap KSPI masih di situ. Kenapa 8 persen? Kenaikan 3 tahun berturut-turut. Ke belakang menggunakan PP 78 tahun 2015 di kisaran 8 persen. Maka untuk memastikan daya beli buruh, dan menjaga kenaikan sebesar itu," katanya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah sempat mengatakan sulit untuk mengakomodir permintaan buruh jika harus menaikkan upah seperti tahun-tahun sebelumnya.

Namun, Ida berujar, kemungkinan akan ada penyesuaian soal perhitungan kenaikan UMP 2021, karena kondisi ekonomi 2020 minus karena pandemi COVID-19.

"Kita tahu akibat pandemi ini pertumbuhan ekonomi minus, saya kira tidak mungkin kita tetapkan normal sebagaimana di PP (78) dan perundangan. Kalau paksakan ikut PP 78 dan pasti banyak perusahaan enggak mampu bayar UMP. Kendala UMP 2020, tapi pasti kami akan dengarkan sekali lagi konteks nasional," tutur Ida.