Bagikan:

MEDAN - Sekretaris DPD PKS Kota Medan Rudiyanto Simangungsong merespons pernyataan Waketum Gerindra Fadli Zon yang menyindir kegagalan Akhyar Nasution saat menjabat wakil wali kota dan Plt wali kota Medan. Komentar Fadli Zon disebut tidak teduh di tengah kontestasi Pilkada Medan.

"Kemarin ada tokoh nasional juga yang ditugaskan di Medan, komentarnya juga tidak teduh. Sekarang ada juga tokoh nasional yang komentarnya cenderung tidak teduh," kata Rudiyanto dikonfirmasi VOI Selasa, 27 Oktober.

Dia berharap tokoh nasional yang diturunkan untuk pemenangan Bobby Nasution-Aulia Rachman tidak sembarang berkomentar. PKS bersama Demokrat merupakan pengusung Akhyar Nasution-Salman Alfirisi di Pilkada Medan.

"Saya pikir jangan ada nanti orang yang ketiga, keempat dan kelima mengomentari hal yang mereka tidak tahu tentang Kota Medan. Harusnya dikirim ke Medan buat teduh, bukan kekacauan," katanya.

Ketua Fraksi PKS DPRD Medan ini meminta agar setiap orang berkomentar sesuai dengan pengalaman yang dimiliki.

"Mereka sudah berpuluh tahun mengelola politik, tentunya sudah bisa berhenti dari politisi, maksudnya kenapa tidak jadi negarawan. Pandang sesuatu itu dengan kacamata positif, jangan selalu negatif," harapnya.

Tapi Rudiyanto tetap berterima kasih atas masukan yang diberikan Fadli Zon. Menurutnya komentar Fadli Zon merupakan penilaian pribadi.

"Saya hormati Abangda Fadli Zon sebagai tokoh nasional, tapi Akhyar-Salman orang yang pengalaman. Jadi kita serahkan Medan ini kepada orang yang pengalaman untuk mengelolanya," jelasnya.

"Akhyar punya pengalaman di birokrasi dan legislatif, tentu 2,2 juta warga Medan dengan APBD yang besar ini tentu harus dikelola orang yang pengalaman," tegas Rudiyanto.

Sebelumnya Fadli Zon mengajak warga Kota Medan mendukung calon wali kota-wakil wali kota Medan Bobby Nasution-Aulia Rachman. Sebab Medan di bawah kepemimpinan Akhyar Nasution saat menjabat pelaksana tugas (Plt) wali kota dinilai tidak mampu membawa perubahan. 

Menurut Fadli Zon, Kota Medan masih diliputi segudang persoalan. Mulai dari banjir, lingkungan yang kotor, penataan kota yang buruk, korupsi, pengangguran, angka kriminalitas yang tinggi. Kemudian juga peredaran narkoba, ketimpangan dan kesenjangan sosial begitu kontras.

"Publik menilai Medan itu ya begitu, identik dengan persoalan yang sampai sekarang tak mampu diselesaikan. Medan harus berubah, Bobby-Aulia pasti mampu merubah wajah kota Medan jadi lebih baik," kata Fadli.

Fadli menilai, perubahan wajah kota Medan hanya akan bisa terjadi jika pemimpinnya mau bergerak, sayang dengan rakyat dan kotanya.

"Pak Akhyar sudah diberi kesempatan, namun keadaan Medan malah semakin parah. Oleh sebab itu warga Medan harus mendukung Bobby-Aulia agar Medan berubah dan berkah," kata Fadli Zon.

Pilkada 2020

Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2020 akan menjadi spesial dibanding pesta demokrasi yang lain. Pilkada 2020 akan tercatat dalam sejarah karena pesta demokrasi ini diselenggarakan saat Indonesia masih masuk masa darurat penyebaran COVID-19. 

Untuk memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan Pilkada 2020, pemerintah menelurkan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 6 Tahun 2020 atau PKPU No 6/2020. Beleid itu berisi aturan penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada.

KPU juga menyiapkan simulasi proses pemungutan hingga penghitungan suara di tempat pemungutan suara dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 yang melibatkan Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Pada penerapannya, KPU harus mengedepankan penggunaan media digital dalam sosialisasi ataupun kampanye. Selain itu KPU juga membatasi peserta sosialisasi secara tatap muka dan membatasi jumlah massa yang mendampingi proses pendaftaran calon peserta pilkada ke KPU.

Selain penyelenggara, partai politik dan bakal calon yang akan hadir dalam pendaftaran juga diwajibkan untuk menerapkan protokol kesehatan. Salah satu penerapannya antara lain saat penyerahan dokumen pendaftaran bakal pasangan calon Pilkada yang diatur Pasal 49 Ayat (1) PKPU 6/2020.

Dalam beleid itu diatur dokumen yang disampaikan harus dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair. Lalu sebelum diterima petugas, dokumen itu disemprot dahulu dengan cairan disinfektan.

Dalam aturan itu juga petugas penerima dokumen wajib mengenakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan sekali pakai. Aturan lainnya: membatasi jumlah orang yang ada di dalam ruangan; dilarang membuat kerumunan; penyampaian dokumen harus berjarak dan antre; seluruh pihak membawa alat tulis masing-masing; menghindari kontak fisik; penyediaan sarana sanitasi yang memadai; dan ruangan tempat kegiatan dijaga kebersihannya.

Selain proses pendaftaran, pelaksanaan kampanye dan pemungutan suara juga dipastikan akan berbeda dari kondisi normal. Pada proses kampanye aturan protokol kesehatan tercantum pada Pasal Pasal 57-64.

Yang paling akan terasa berbeda pada Pilkada 2020 ini adalah, para pasangan calon harus sebisa mungkin membatasi diri bertemu dengan khalayak ramai. Dalam aturan itu juga diatur mengenai diskusi publik yang harus dilakukan di studio Lembaga Penyiaran. Pada pendukung tak diperkenankan hadir pada acara-acara tersebut.

Untuk mewujudkan peraturan tersebut pemerintah telah menambahkan anggaran penyelenggaraan Pilkada 2020. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akhir Agustus lalu, total anggaran pilkada sebesar Rp15,22 triliun. Sementara yang telah dicairkan pemerintah daerah sebanyak Rp12,01 triliun atau 92,05 persen. Sehingga masih ada 7,95 persen atau Rp1,21 triliun yang belum dicairkan.

Jumlah itu sudah termasuk anggaran tambahan sebagai biaya untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. Untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) anggaran ditambahkan sebesar Rp4,7 triliun, Bawaslu Rp478 miliar, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Rp39 miliar, dengan didukung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).