JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memproyeksikan, bahwa penyerapan batu bara untuk kepentingan domestik atau domestic market obligation (DMO) hanya akan mencapai sekitar 90,9 persen dari target.
Airlangga menjelaskan, melemahnya penyerapan batu bara di dalam negeri tahun ini disebabkan oleh dampak dari penyebaran COVID-19. Akibat pandemi kinerja sektor pertambangan sampai dengan Agustus 2020 mengalami kontraksi.
"Target permintaan baru bara domestik sebesar 155 juta ton, namun (permintaan) domestik diperkirakan hanya bisa mencapai sebesar 141 juta ton," katanya, dalam acara APBI-ICMA Award 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Selasa, 27 Oktober.
Tak hanya permintaan yang menurun, Airlangga mengatakan, imbas pandemi COVID-19 harga komoditas batu bara mengalami penurunan dari 66,89 dolar AS pada Februari, turun 35,95 persen atau hanya menjadi 49,42 dolar AS pada September 2020.
"Demikian juga target ekspor batu bara targetnya 395 juta ton per Oktober baru mencapai 58,51 persen atau 232,3 juta ton," jelasnya.
Sekadar informasi, pemerintah menargetkan penyerapan batu bara untuk kepentingan domestik pada tahun ini mencapai 155 juta ton, di mana 70 persen dialokasikan untuk pembangkit listrik yang mencapai 109 juta ton.
Kemudian 10,6 persen atau sekitar 16,52 juta ton untuk kebutuhan pengolahan dan pemurnian, 9,4 persen atau sekitar 14,54 juta ton untuk semen, lalu untuk pabrik tekstil dan kertas masing-masing dialokasikan sebesar 6,54 juta ton, dan untuk pabrik pupuk sebesar 1,73 juta ton.
PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN sebagai perusahaan yang menyerap batu bara terbesar juga mengurangi konsumsinya. Hal ini karena dampak pandemi COVID-19 membuat konsumsi listrik menjadi turun. Kondisi ini kemudian membuat kebutuhan batu bara PLN berkurang seiring dengan pengoperasin PLTU yang juga berkurang.
BACA JUGA:
Kepala Divisi Batubara PLN Harlen dalam sebuah diskusi virtual menjelaskan pada tahun ini saja secara total sebenarnya PLN membutuhkan batu bara sebanyak 109 juta ton. Namun karena pandemi, kebutuhan turun menjadi 95,6 juta ton.
Harlen juga memproyeksikan tahun depan PLN juga hanya butuh batu bara sebesar 98,01 juta ton. Pemakaian batu bara PLN menjadi delay 2 tahun.
Dalam skenario moderat pasca-COVID PLN, kebutuhan batu bara PLTU tahun depan diperkirakan hanya akan mencapai 98,01 juta ton dari perkiraan semula 120,53 juta ton dan pada 2022 hanya mencapai 103,72 juta ton dari perkiraan semula 128,54 juta ton.
Kemudian pada 2023, proyeksi kebutuhan batu bara terkoreksi dari 135,13 juta ton menjadi 109,57 juta ton dan terkoreksi dari 136,77 juta ton menjadi 116,44 juta ton pada 2024.
Kebutuhan batu bara untuk PLTU milik PLN diperkirakan mulai terjadi trend kenaikan dari 2025 hingga 2029. Proyeksinya, yakni 121,98 juta ton pada 2025, 128,30 juta ton pada 2026, 134,88 juta ton pada 2027, 141,42 juta ton pada 2028, dan 147,32 juta ton pada 2029.