JAKARTA - Polri menolak permintaan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) soal menggelar rekonstruksi secara terbuka kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, dalam aturan ada yang mengatur soal pelaksanaan rekonstruksi secara terbuka atau tertutup.
"Kalau olah TKP terbuka saya tidak bisa bayangkan nanti TKP-nya diacak-acak," ujar Awi kepada wartawan, Senin, 26 Oktober.
Selain itu, rekonstruksi dalam upaya pengungkapan perkara sudah dilakukan sebanyak 6 kali. Nantinya, semua hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) akan dibuka secara gamblang di persidangan.
"Selama ini Polri sudah berjalan on the track sudah profesional dan apa yang menjadi hasil dari olah TKP maupun dari labfor Polri selama ini sudah diakui tak terbantahkan," tegas dia.
Bahkan, dalam upaya pengungkapan perkara ini penyidik menggunakan seluruh bukti dan petunjuk yang ada. Semuanya akan terbukti dalam pengadilan.
"Kita menggunakan scientific crime investigation jadi kita pakai ilmu pengetahuan. silahkan itu di pengadilan akan terbuka," tandas Awi.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendorong Bareskrim Polri agar menggelar rekonstruksi kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung secara terbuka.
"Untuk menjawab keraguan masyarakat karena proses selalu ditanyakan kenapa hanya puntung rokok bisa membakar semua gedung, maka saya mohon kepada Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di gedung Kejagung. Apa yang terjadi hari itu mulai misalnya, jam 12 atau pagi, kemudian apa yang mereka kerjakan sampai titik pada saat adanya kebakaran. Misalnya puntung rokok bagaimana bisa membesar dan apa betul mereka berusaha memadamkan. Kalau berusaha memadamkan mestinya kan bisa padam,” kata Boyamin dalam pernyataan kepada wartawan, Sabtu, 24 Oktober.
Boyamin juga mendorong polisi tetap membuka opsi sangkaan Pasal 187 KUHP mengenai unsur kesengajaan terkait peristiwa kebakaran. Kedelapan tersangka kebakaran Kejagung saat ini dijerat Pasal 188 KUHP.
“Kalau memang toh bener ini diduga dilakukan tukang-tukang tersebut, setidaknya itu adalah merokok di tempat dilarang merokok. Artinya itu kan berarti bisa lalai yang berwarna sengaja,” kata dia.
BACA JUGA:
Dalam perkara ini Bareskrim Polri menetapkan delapan orang tersangka. Lima di antaranya merupakan pekerja bangunan.
Kelima pekerja bangunan itu berinisial T, H, S, K, dan IS. Mereka ditetapkan tersangka karena melanggar aturan tidak merokok di aula biro kepegawaian.
Sementara tiga lainnya yakni, UAM sebagai mandor, R yang merupakan Direktur PT ARM dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, NH.
Penetapan tersangka terhadap UAM beralasan lantaran tidak mengawasi kelima tukang itu saat berkerja. Sementara, R dan NH ditetapkan tersangka karena membuat kesepakatan penggunaan cairan pembersih top cleaner yang disebut mempercepat proses pembakaran.
Hasil penyidikan, api yang membakar gedung Kejagung disebut berasal dari bara rokok yang dibuang para pekerja bangunan ke polybag.
Awalnya para tesangka yang merenovasi aula Biro Kepegawaian itu mengumpukan sampah-sampah bekas pekerjaan mereka. Kemudian, sampah itu dimasukan kedalam tiga polybag atau kantong plastik besar. Termasuk putung rokok yang kemungkinan masih sedikit menyala.
Kemudian para tersangka meninggalkan aula itu. Mereka turun dari lantai 6 gedung Kejagung.
Dengan adanya bara api di dalam polybag sehingga membakar sampah-sampah lainnya. Api besar pun muncul dan membakar benda-benda disekitarnya. Hingga akhirnya, api yang semakin besar membakar beberapa bagian gedung Kejagung.