Didorong MAKI hingga Muncul Meme Rokok Bukan hanya Penyebab Impotensi tapi Kebakaran Kejagung, Ini Kata Polri
Gedung Kejagung yang terbakar (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendorong agar Bareskrim Polri menggelar rekonstruksi kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung. Rekonstruksi secara terbuka dinilai penting guna menjawab munculnya keraguan publik mengenai puntung rokok penyebab ludesnya gedung Kejagung karena kebakaran.

Lantas apa respons polisi? Polri menegaskan, rekonstruksi sudah dilakukan. Penyebab kebakaran berdasarkan hasil penyidikan sudah terang benderang.

“Kan sudah dilakukan, buka lagi konpers  hari Jumat,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dikonfirmasi VOI, Minggu, 25 Oktober.

Pernyataan ini sekaligus jawaban Polri atas beredarnya meme soal rokok bukan hanya menyebabkan impotensi tapi kebakaran gedung Kejagung.

Dalam perkara ini Bareskrim Polri menetapkan delapan orang tersangka. Lima di antaranya merupakan pekerja bangunan.

Kelima pekerja bangunan itu berinisial T, H, S, K, dan IS. Mereka ditetapkan tersangka karena melanggar aturan tidak merokok di aula biro kepegawaian.

Sementara tiga lainnya yakni, UAM sebagai mandor, R yang merupakan Direktur PT ARM dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, NH.

Penetapan tersangka terhadap UAM beralasan lantaran tidak mengawasi kelima tukang itu saat berkerja. Sementara, R dan NH ditetapkan tersangka karena membuat kesepakatan penggunaan cairan pembersih dust cleaner yang disebut mempercepat proses pembakaran.

Direktur Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo mengatakan, para tersangka yang merenovasi aula Biro Kepegawaian itu mengumpukan sampah-sampah bekas pekerjaan mereka. 

Sampah itu dimasukkan ke dalam tiga polybag atau kantong plastik besar. Termasuk puntung rokok yang kemungkinan masih sedikit menyala.

"Dikumpulin semua bekas-bekas lap tiner, bekas-bekas kayu kan dimasukin ke situ. Termasuk rokok dibuang ke situ," ujar Ferdy kepada wartawan, Jumat, 23 Oktober.

Kemudian, para tersangka meninggalkan aula itu. Mereka turun dari lantai 6 gedung Kejagung. 

Bara api dalam polybag membakar sampah-sampah lainnya. Api besar pun muncul dan membakar benda-benda di sekitarnya.

"(Polybag) dekat dengan tiner, lem aibon dan lain-lain," kata dia.

Hingga akhirnya, api yang semakin besar membakar beberapa bagian gedung Kejagung. 

Selain itu, Bareskrim Polri mengungkap cairan pembersih dust cleaner yang dipakai oleh Kejaksaan Agung tidak memiliki izin edar. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepolisian.

"Setelah kami dalami dust cleaner ini tidak memiliki izin edar, sehingga Penyidik menyimpulkan bahwa dengan adanya kegiatan pengadaan bahan alat pembersih lantai ini yang tidak sesuai dengan ketentuan," kata Brigjen Ferdy Sambo.

Menurut dia, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah melakukan kerja sama dengan PT ARM selaku produsen cairan pembersih dust cleaner sejak 2018.

"Proses pengadaan yang dilakukan dan terjadi sudah kurang lebih dua tahun," kata Ferdy.

Kesepakatan penggunaan cairan pembersih ilegal itu diduga karena harganya yang murah. Padahal, kandungan pada cairan pembersih itu juga sangat berbahaya.

"Harusnya tahu (berbahaya). Makanya harusnya jangan digunakan tapi dia gunakan, mungkin harganya murah," kata dia.