JAKARTA - Bareskrim Porli menggungkap, cairan pembersih dust cleaner yang dipakai oleh Kejaksaan Agung tidak memiliki izin edar. Hal ini diketahui dari hasil pemeriksaan yang dilakukan kepolisian.
"Setelah kami dalami dust cleaner ini tidak memiliki izin edar, sehingga Penyidik menyimpulkan bahwa dengan adanya kegiatan pengadaan bahan alat pembersih lantai ini yang tidak sesuai dengan ketentuan," ucap Direktur Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo kepada wartawan, Jumat, 23 Oktober.
Menurut dia, pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah melakukan kerja sama dengan PT ARM selaku produsen cairan pembersih dust cleaner sejak 2018.
"Proses pengadaan yang dilakukan dan terjadi sudah kurang lebih dua tahun," kata Ferdy.
Kesepakatan penggunaan cairan pembersih ilegal itu diduga karena harganya yang murah. Padahal, kandungan pada cairan pembersih itu juga sangat berbahaya.
"Harusnya tahu (berbahaya). Makanya harusnya jangan digunankan tapi dia gunakan, mungkin harganya murah," kata dia.
BACA JUGA:
Ferdy sebelumnya mengatakan, api cepat menyebar ke seluruh bagian Gedung Kejaksaan Agung karena ada cairan pembersih dust cleaner itu.
Dimana cairan pemebersih itu mengadung bahan mudah terbakar yakni, bensin, solar, dan pewangi. Dengan alasan itulah, api yang awalnya berada di lantai enam menjalar ke seluruh bangunan.
"Kami bisa menyimpulkan bahwa yang mempercepat terjadinya penjalaran api di gedung adalah adanya penggunakan minyak lobi atau alat pembersih lantai," kata dia.
Dalam perkara ini Bareskrim Polri menetapka delapan orang tersangka. Lima di antaranya merupakan pekerja bangunan.
Kelima pekerja bangunan itu berinisial T, H, S, K, dan IS. Mereka ditetapkan tersangka karena melanggar aturan tidak merokok di aula biro kepegawaian.
Sementara tiga lainnya yakni, UAM sebagai mandor, R yang merupakan Direktur PT ARM dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, NH.
Penetapan tersangka terhadap UAM beralasan lantaran tidak mengawasi kelima tukang itu saat berkerja. Sementara, R dan NH ditetapkan tersangka karena membuat kesepakatan penggunaan cairan pembersih dash cleaner yang disebut mempercepat proses pembakaran.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 188 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dengan ancaman 5 tahun penjara.