Demi Jawab Keraguan Publik soal Puntung Rokok Pembakar Gedung Kejagung, Polri Diminta Gelar Rekonstruksi
Gedung Kejagung yang terbakar (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mendorong agar Bareskrim Polri menggelar rekonstruksi kasus kebakaran gedung Kejaksaan Agung. Rekonstruksi secara terbuka dinilai penting guna menjawab munculnya keraguan publik mengenai puntung rokok penyebab ludesnya gedung Kejagung karena kebakaran.

“Untuk menjawab keraguan masyarakat karena proses selalu ditanyakan kenapa hanya puntung rokok bisa membakar semua gedung, maka saya mohon kepada Bareskrim segera melakukan rekonstruksi di gedung Kejagung. Apa yang terjadi hari itu mulai misalnya, jam 12 atau pagi, kemudian apa yang mereka kerjakan sampai titik pada saat adanya kebakaran. Misalnya puntung rokok bagaimana bisa membesar dan apa betul mereka berusaha memadamkan. Kalau berusaha memadamkan mestinya kan bisa padam,” kata Boyamin dalam pernyataan kepada wartawan, Sabtu, 24 Oktober.

Boyamin menegaskan dirinya menghormati proses hukum yang dilakukan Bareskrim. Polri dinilai sudah bekerja sesuai koridor hukum hingga akhirnya menetapkan 8 orang tersangka mulai dari tukang bangunan hingga pejabat pembuat komitmen Kejaksaan Agung. Tapi tanda tanya publik soal puntung rokok disebut Boyamin harus dijawab Polri. 

“Pertanyaan masyarakat segera dijawab penyidik Bareskrim dengan melakukan rekonstruksi secara terbuka dan dapat diliput media massa bahkan kalau perlu disiarkan langsung proses itu setransparan mungkin,” tutur Boyamin.

Selain itu, Boyamin mendorong polisi tetap membuka opsi sangkaan Pasal 187 KUHP mengenai unsur kesengajaan terkait peristiwa kebakaran. Kedelapan tersangka kebakaran Kejagung saat ini dijerat Pasal 188 KUHP.

“Kalau memang toh bener ini diduga dilakukan tukang-tukang tersebut, setidaknya itu adalah merokok di tempat dilarang merokok. Artinya itu kan berarti bisa lalai yang berwarna sengaja,” kata dia.

Dalam perkara ini Bareskrim Polri menetapkan delapan orang tersangka. Lima di antaranya merupakan pekerja bangunan.

Kelima pekerja bangunan itu berinisial T, H, S, K, dan IS. Mereka ditetapkan tersangka karena melanggar aturan tidak merokok di aula biro kepegawaian.

Sementara tiga lainnya yakni, UAM sebagai mandor, R yang merupakan Direktur PT ARM dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, NH.

Penetapan tersangka terhadap UAM beralasan lantaran tidak mengawasi kelima tukang itu saat berkerja. Sementara, R dan NH ditetapkan tersangka karena membuat kesepakatan penggunaan cairan pembersih dust cleaner yang disebut mempercepat proses pembakaran.

Direktur Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Ferdy Sambo mengatakan, para tersangka yang merenovasi aula Biro Kepegawaian itu mengumpukan sampah-sampah bekas pekerjaan mereka. 

Sampah itu dimasukkan ke dalam tiga polybag atau kantong plastik besar. Termasuk puntung rokok yang kemungkinan masih sedikit menyala.

"Dikumpulin semua bekas-bekas lap tiner, bekas-bekas kayu kan dimasukin ke situ. Termasuk rokok dibuang ke situ," ujar Ferdy kepada wartawan, Jumat, 23 Oktober.

Kemudian, para tersangka meninggalkan aula itu. Mereka turun dari lantai 6 gedung Kejagung. 

Bara api dalam polybag membakar sampah-sampah lainnya. Api besar pun muncul dan membakar benda-benda di sekitarnya.

"(Polybag) dekat dengan tiner, lem aibon dan lain-lain," kata dia.

Hingga akhirnya, api yang semakin besar membakar beberapa bagian gedung Kejagung.