Bagikan:

SERANG - NA (22) bekerja sebagai admin online di salah satu panti pijat plus-plus di Ruko Mardigras Citra Raya, Panongan Kabupaten Tangerang. Sebelum akhirnya ditangkap, NA melakukan percakapan dengan calon pelanggan yang akan memakai jasa para terapis yang disediakannya. Tapi kurang beruntung bagi NA, ternyata calon pelanggannya adalah seorang anggota polisi yang menyamar sebagai pelanggan, demi membongkar praktik prostitusi online. 

Dirreskrimsus Polda Banten Kombes Pol Dedi Supriyadi mengatakan, dari ungkap kasus ini petugas berhasil mengamankan dua orang pelaku, pemilik ruko dan seorang admin.

"Di TKP (tempat kejadian perkara) petugas berhasil mengamankan dua pelaku yakni HM (42) sebagai pemilik ruko dan NA (22) sebagai operator admin media sosial (medsos). Kemudian petugas juga mengamankan 9 orang terapis," kata Dedi dalam keterangan tertulis, Rabu, 15 Juni.

Dedi mengungkapkan, awal mula pengungkapan kasus prostitusi online ini berawal dari patroli cyber yang dilakukan oleh personel Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Banten.

"Pada saat petugas melakukan patroli cyber di platform Michat terdapat satu akun yang menjajakan jasa prostitusi online. Kemudian petugas melakukan penyelidikan dengan melakukan percakapan dan ternyata benar akun tersebut menawarkan jasa prostitusi online. Dalam percapakan tersebut NA mengajak melakukan transaksi prostitusi di sebuah ruko yang berada di Mardigras," jelas Dedi.

Dedi menambahkan setelah mendapatkan informasi tersebut petugas langsung bergerak menuju ruko yang ada di Mardigras.

"Sesampainya di ruko tersebut NA menawarkan sembilan terapis yang bisa memberikan jasa plus-plus dengan harga 500 ribu yang mana transaksi prostitusi akan dilakukan di kamar yang ada di dalam ruko tersebut," tambah Dedi.

Berdasarkan keterangan tersebut petugas langsung mengamankan pelaku NA beserta sembilan terapis dan HM selaku pemilik ruko.

"Dari hasil pemeriksaan, didapat fakta hukum bahwa HM selaku pemilik tempat mempekerjakan pelaku NA untuk mengoperasionalkan akun Michat untuk menjajakan sembilan terapis dengan harga 500 ribu dengan pembagian hasil 100 ribu untuk pemilik tempat, 50 ribu jasa operator. Dan sisanya untuk para terapis," ungkap Dedi.

Terkait perkara tersebut, penyidik telah melakukan penyitaan barang bukti 3 unit handphone dan uang hasil kejahatan sebesar Rp3.090.000.

"Atas perbuatan tersebut, penyidik menjerat kedua tersangka dengan tindak pidana Prostitusi Online sebagaimana dalam Pasal 45 ayat (1) jo Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 296 KHUP jo Pasal 55 ayat (1) dengan ancaman hukuman penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak satu miliar rupiah," tutup Dedi.