Bagikan:

LOMBOK UTARA - Pelaksana proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Tahun Anggaran 2017, Edi S. A. Rahman, dituntut 6 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum.

"Dengan ini memohon Majelis Hakim agar menjatuhkan putusan terhadap terdakwa Edi S. A. Rahman dengan hukuman pidana 6 tahun penjara," kata Fajar Alamsyah Malo mewakili tim JPU dalam sidang tuntutan Edi S. A. Rahman di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, dikutip dari Antara, Selasa 14 Juni.

JPU dalam tuntutannya memohon Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana denda kepada terdakwa Edi S. A. Rahman Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan.

JPU menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sesuai dakwaan subsider.

Dengan turut mencantumkan Pasal 18 perihal kerugian negara, JPU meminta Majelis Hakim turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti senilai Rp617,3 juta.

Dalam uraian tuntutan, Edi S. A. Rahman yang berperan sebagai penerima kuasa dari Direktur PT Gelora Megah Sejahtera, Suwandi, dinyatakan sebagai pihak yang bertanggung jawab dari munculnya kerugian negara senilai Rp782 juta.

Munculnya kerugian dari proyek pembangunan dermaga di kawasan wisata Gili Air pada Dinas Perhubungan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Lombok Utara, dengan nilai kontrak Rp6,28 miliar itu dibuktikan dari kajian ahli konstruksi.

Ditemukan kurangnya volume pekerjaan dengan nilai pengganti kerugian senilai Rp98,138 juta dan kelebihan pembayaran yang meliputi tiga item senilai Rp684,238 juta.

Lebih lanjut, jaksa dalam agenda sidang lanjutan ini turut menyampaikan tuntutan untuk terdakwa Suwandi, Direktur PT Gelora Megah Sejahtera.

Dalam perkara Suwandi yang memberikan kuasa pengerjaan proyek kepada Edi S. A. Rahman, jaksa memohon kepada Majelis Hakim menjatuhkan pidana 1 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.

Kepada Suwandi, jaksa turut memohon Majelis Hakim membebankan uang pengganti kerugian negara Rp40 juta. Angka uang pengganti itu sesuai nilai yang diterima Suwandi dari Edi S. A. Rahman sebagai ongkos pinjam bendera perusahaan.

Namun karena Suwandi telah menitipkan uang pengganti tersebut ke rekening kejaksaan, JPU menilainya sebagai iktikad baik dalam upaya pemulihan kerugian negara.

JPU melihat upaya pemulihan kerugian negara oleh terdakwa Suwandi sebagai pertimbangan yang meringankan tuntutan.

Karena itu, jaksa dalam tuntutan Suwandi menyatakannya terbukti bersalah sesuai dakwaan subsider, Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.