Bagikan:

JAKARTA - Pasukan Rusia menghancurkan jembatan terakhir ke Kota Sievierodonetsk, membuat warga sipil di sana terjebak dan tidak mungkin mendapatkan bantuan pasokan kemanusiaan, ujar gubernur setempat.

Gubernur Serhiy Gaidai mengatakan, beberapa akses militer terbatas tetap ada ke kota hancur yang telah menjadi medan pertempuran utama, bagi Ukraina ketika mencoba untuk menghentikan kemajuan Rusia di jantung industri Donbas.

"Sekarang sangat tidak mungkin untuk mengemudi ke kota, untuk mengirimkan sesuatu ke kota. Evakuasi tidak mungkin," kata Gaidai, melansir Reuters 14 Juni.

Dia menulis di aplikasi Telegram, Rusia belum mengambil kendali penuh atas kota itu, dengan sebagian dari kota itu tetap berada di bawah kendali Ukraina, tetapi tidak mungkin lagi mengangkut kargo kemanusiaan ke sana.

Gaidai juga mengatakan kepada Radio Free Europe/Radio Liberty layanan Ukraina, meskipun 70 persen dari kota itu sekarang dikendalikan oleh Rusia, situasi untuk pasukan Ukraina di sana sulit tetapi terkendali.

"Mereka memiliki kemampuan untuk mengirim yang terluka ke rumah sakit, jadi masih ada akses," ungkap Gaidai.

"Sulit untuk mengirimkan senjata atau cadangan. Sulit, tapi bukan tidak mungkin," tambahnya.

Diketahui, pertempuran jalanan telah berkecamuk selama berminggu-minggu di Sievierodonetsk, yang empat bulan lalu merupakan rumah bagi 100.000 orang. Pejabat Ukraina mengatakan lebih dari sepersepuluh dari jumlah itu tetap berada di kota.

Pejabat Ukraina mengatakan ratusan warga sipil berlindung di bunker pabrik kimia Azot di kota itu.

Gaidai mengatakan, kondisi ribuan warga sipil yang tersisa di kota itu 'sangat sulit', karena pertempuran selama tiga bulan telah menghancurkan infrastruktur gas, listrik dan air, dan ada gangguan besar' dengan pasokan obat-obatan.

Rusia membantah menargetkan warga sipil dalam apa yang disebutnya 'operasi khusus' untuk memulihkan keamanan Rusia dan "mendenazifikasi" Ukraina.

Sebaliknya, Kyiv dan sekutu Baratnya menyebut ini sebagai dalih tak berdasar untuk invasi yang telah menewaskan ribuan warga sipil, menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di Eropa.