MAKASSAR - Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar Samsir Rahim, berpendapat peta pertarungan pada Pilkada Makassar masih sangat dinamis. Menurutnya ada semangat mayoritas warga Kota Makassar yang menginginkan wali kota baru yang terekam dari sejumlah hasil survei, termasuk Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC).
Menurut Samsir, terlepas dari keunggulan pasangan calon Danny Pomanto-Fatmawati (Adama), elektabilitasnya disebut belum aman karena selalu di bawah angka 50 persen. Hal itu bagi Samsir mengindikasikan lebih banyak warga Kota Makassar yang menginginkan dipimpin figur baru.
"Hasil sejumlah survei, termasuk yang terakhir (SMRC) menunjukkan elektabilitas DP sebagai kandidat yang bisa dibilang berstatus petahana berada dalam bahaya. Tingkat keterpilihannya di bawah 50%, ya itu alarm tanda bahaya yang artinya mayoritas warga Kota Makassar menginginkan wali kota baru, publik mau dipimpin figur baru," terang Samsir dalam keterangan tertulis, Kamis, 22 Oktober
Survei SMRC menunjukkan pasangan Danny-Fatma memiliki tingkat elektabilitas tertinggi 41,9 persen. Disusul Munafri Arifuddin-Abdul Rahman Bando (Appi-Rahman) dengan elektabilitas 17,8 persen; Syamsu Rizal-Fadli Ananda (Dilan) dengan elektabilitas 16,6 persen.
Sedangkan posisi buncit ditempati Irman Yasin Limpo-Andi Zunnun (Imun) dengan elektabilitas 6,8 persen. Responden yang tiidak menjawab atau tidak tahu, sebanyak 16,9 persen.
"Survei terbaru itu (SMRC) memberikan gambaran jelas bahwa pertarungan di Pilwalkot Makassar 2020 masih sangat dinamis sekaligus menggambarkan posisi DP yang sangat rapuh sebagai petahana. Elektabilitasnya terbilang sangat rendah, ditambah lagi 49 persen warga belum menentukan pilihan," kata dia.
BACA JUGA:
Samsir menyebut Danny Pomanto harus kerja ekstra bila ingin kembali memimpin Kota Makassar untuk periode kedua. Hasil survei 41, persen jauh dari kata aman. Petahana yang kuat harus punya modal elektabilitas di atas 60 persen. Bila tingkat keterpilihannya di bawah angka itu artinya bisa dilawan dan bila elektabilitasnya malah di bawah 50 persen menunjukkan posisi petahana mudah dikalahkan.
"Petahana baru dibilang kuat kalau elektabilitasnya di atas 6 persen. Hitungannya kalau popularitasnya di atas 80 persen, maka elektabilitasnya minimal 60 persen. Di bawah itu artinya petahana lemah bisa dilawan, kalau di bawah 50 persen ya lebih gawat lagi, itu menunjukkan petahana rampung dan mudah dikalahkan," ujar dia.
Namun Samsir mengungkapkan penantang juga butuh strategi jitu bila ingin menjungkalkan petahana. Terlebih, sisa waktu menuju pertarungan semakin sempit, kurang dari dua bulan.
"Posisi petahana sekarang rapuh dan publik kecenderungan menginginkan wali kota baru. Itu peluang bagi penantang, jika ingin menang ya harus cerdas memainkan taktik dan strategi," katanya.