Bagikan:

JAKARTA - Human Rights Watch (HRW) melaporkantahanan praperadilan di Korea Utara (Korut) jadi sasaran penyiksaan sistemik, penghinaan, dan pelecehan seksual. Laporan tersebut juga mengatakan mereka yang ditahan di penjara diperlakukan "lebih buruk daripada binatang."

Mengutip Independent, Rabu, 21 Oktober, organisasi itu mengumpulkan laporan dari delapan mantan pejabat pemerintah yang melarikan diri dari Korut dan 22 warga Korut --terdiri dari 15 wanita dan 7 pria-- yang pernah ditahan di fasilitas penahanan dan interogasi. Mereka menjelaskan perlakuan yang mereka terima.

Para tahanan menggambarkan penyiksaan berulang, kondisi berbahaya dan tidak higienis, serta kerja paksa yang tidak dibayar. Di antara mereka yang dikutip dalam laporan itu adalah mantan tentara yang melarikan diri dari Korut pada 2017.

Mantan tentara tersebut mengatakan para tahanan dipaksa duduk diam di lantai selama berhari-hari dan dipukuli serta ditendang jika berpindah. Penjaga akan menyuruh mereka untuk menjulurkan tangan dan memukul mereka dengan tongkat, satu per satu.

"Jika kami pindah, kami dihukum dengan berdiri dan duduk, melakukan push-up atau berpegangan pada jeruji besi," kata tentara itu.

Para tahanan menggambarkan hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi, dengan sel penjara yang selalu penuh sesak dan tidak memiliki fasilitas dasar. Orang-orang hanya memiliki sedikit bahkan tidak ada makanan.

Mereka juga tidak dapat mandi atau membersihkan diri karena tidak diberikan fasilitas kebersihan, yang mana keadaan tersebut merupakan neraka bagi tahanan perempuan yang mengalami menstruasi. Sementara sebagian besar narapidana tidak memiliki selimut atau cukup ruang untuk tidur di lantai.

Korupsi juga merajalela, menurut laporan itu. Beberapa narapidana akan menyuap petugas untuk mendapatkan lebih banyak makanan dan fasilitas yang lebih baik. Hal tersebut menyebabkan distribusi sumber daya terbatas dan tidak merata. Beberapa tahanan wanita bahkan melaporkan pelecehan dan penyerangan seksual, termasuk pemerkosaan.

“Orang yang diwawancarai mengatakan bahwa agen dari kepolisian, polisi rahasia, dan kejaksaan, yang paling bertanggung jawab atas interogasi mereka, menyentuh wajah dan tubuh mereka, termasuk payudara dan pinggul, baik melalui pakaian atau dengan meletakkan tangan di dalam pakaian,” kata laporan itu. "Mereka mengatakan bahwa mereka tidak berdaya untuk melawan karena nasib mereka ada di tangan orang-orang ini."

"Sistem penahanan dan penyelidikan prasidang Korut sewenang-wenang, penuh kekerasan, kejam, dan merendahkan martabat," kata Direktur HRW Asia Brad Adams.

"Warga Korut mengatakan mereka hidup dalam ketakutan terus-menerus untuk terjebak dalam sistem di mana prosedur resmi biasanya tidak relevan, dianggap bersalah, dan satu-satunya jalan keluar adalah melalui suap dan koneksi," tambahnya.

Mantan tahanan mengatakan kepada HRW bahwa setelah mereka ditangkap, mereka tidak memiliki jaminan bahwa akan mendapatkan pengadilan yang adil atau perwakilan hukum yang independen. Tahanan tidak memiliki sarana untuk mengajukan keluhan atau banding atas penyiksaan dan penganiayaan yang diterima. Begitu seseorang menghadapi tuduhan, kecil kemungkinannya bahwa mereka tidak akan menerima setidaknya hukuman penjara singkat.

Menjelaskan kebencian yang dimiliki pihak berwenang di rezim Korut terhadap tahanan, empat mantan pejabat pemerintah mengatakan bahwa Partai Buruh yang berkuasa di Korut menganggap tahanan adalah manusia yang lebih rendah. Oleh karena itu, tidak layak untuk melakukan kontak mata langsung dengan petugas penegak hukum.

Sementara laporan HRW secara khusus menyoroti pelecehan prapersidangan terhadap tahanan merupakan pelanggaran HAM berat Korut secara keseluruhan didokumentasikan dengan baik. Pada 2014, Komisi Penyelidikan Hak Asasi Manusia PBB di Korut mengatakan bahwa pelanggaran HAM sistematis yang dilakukan oleh pemerintah Korut merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.