Pandemi Percepat Era Robot di Banyak Perusahaan Global
Ilustrasi foto (Andy Kelly/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Robot akan melenyapkan 85 juta pekerjaan di bisnis menengah sampai besar selama lima tahun ke depan. Riset Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyebut pandemi COVID-19 mempercepat perubahan di tempat kerja.

Survei terhadap hampir tiga ratus perusahaan global menemukan empat dari lima eksekutif bisnis mempercepat rencana melakukan digitalisasi pekerjaan dan menerapkan teknologi baru. Dampaknya adalah penekanan pada serapan tenaga kerja.

Proses ini sejatinya terjadi sejak krisis keuangan 2007-2008. Dan pandemi mengakselarasinya. "COVID-19 mempercepat datangnya masa depan pekerjaan," kata Direktur Manajer WEF, Saadia Zahidi, dikutip Rabu, 21 Oktober.

Bagi pekerja yang ditentukan tetap menjalankan perannya dalam lima tahun ke depan, hampir separuhnya perlu mempelajari keterampilan baru. Dan pada 2025, para pengusaha akan membagi tugas untuk manusia dan mesin secara merata, menurut riset tersebut.

Secara keseluruhan, penciptaan lapangan kerja melambat dan penghilangan pekerjaan semakin cepat lantaran perusahaan di seluruh dunia menggunakan teknologi ketimbang pekerja untuk tugas memasukan data, akuntansi dan administrasi.

Kabar baiknya adalah bahwa lebih dari 97 juta pekerjaan akan muncul di seluruh ekonomi perawatan, di industri teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), dan dalam pembuatan konten, menurut WEF yang bermarkasi di Jenewa.

"Tugas-tugas di mana manusia ditetapkan untuk mempertahankan keuntungan komparatif mereka termasuk mengelola, menasehati, membuat keputusan, mempertimbangkan, berkomunikasi serta berinteraksi," katanya.

Permintaan akan meningkat bagi pekerja yang mampu mengisi pekerjaan ekonomi hijau, data mutakhir dan fungsi AI, serta peran baru di bidang teknik, komputasi awan dan pengembangan produk.

Dari survei WEF ditemukan bahwa sekitar 43 persen perusahaan ditetapkan akan mengurangi tenaga kerja mereka sebagai dampak integrasi teknologi, 41 persen berencana memperluas penggunaan kontraktor, dan 34 persen membayangkan perluasan tenaga kerja mereka akibat integritas teknologi.