JAKARTA - Ketua bidang Penegakkan Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyebut pihaknya mau tak mau,menerima keputusan pemerintah yang tidak menunda pelaksanaan Pilkada 2020.
Muhammadiyah sebelumnya menjadi salah satu lembaga keagamaan yang mendesak agar penyelenggaraan Pilkada 2020 ditunda demi menekan angka penyebaran COVID-19.
Ketika keinginan tersebut tak dikabulkan, Busyro menyebut Muhammadiyah memberi catatan kritis terkait pelaksanaan kampanye. Dia berharap pasangan calon pada Pilkada 2020 benar-benar mengangkat isu yang mewakili rakyat.
"Walaupun kami sudah secara resmi mengusulkan Pilkada untuk ditunda, tetapi karena tidak ada indikasi penundaan, maka PP Muhammadiyah mencatat isu kampanye yang konkret dihadapi masyarakat," kata Busyro dalam diskusi webinar, Rabu, 21 Oktober.
Menurut Busyro, sebaiknya pasangan calon, partai politik pengusung, maupun tim kampanye mengangkat kerangka desain pada jalur demokratis. Sehingga paslon yang terpilih menjadi kepala daerah benar-benar mewakili masyarakat yang memilihnya.
"Siapa pun yang terpilih menjadi kepala daerah itu betul-betul merupakan kepala daerah yang represent of the people, bukan of the parpol atau koalisi parpol," ungkap Busyro.
BACA JUGA:
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini juga meminta paslon Pilkada 2020 memahami isu transparansi seperti laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam berkampanye.
"Mengenai role model isu-isu kampanye, perlu panduan-panduan untuk menolong kepala daerah seperti LHKPN. Kemudian, yang kedua terkait dengan APBD yang base on civil society (masyarakat sipil)," tutur dia.
Selain itu, perlu juga memahami persoalan-persoalan yang dekat dengan rakyat. Contohnya adalah kebijakan tata ruang hingga masalah agraria. Isu ini dinilai penting, mengingat tata ruang di daerah tidak pernah lepas dari incaran kekuatan-kekuatan modal.
"Perlu diketahui, pemilik modal itu selalu melakukan langkah-langkah yang sedemikian rupa, sehingga bisa menikmati daulat rakyat di daerah-daerah, memanfaatkan lahan-lahan aspek agraria," ujar Busyro.
"Apalagi, UU Omnibus Law yang baru itu ada karakter sentralisme pada pusat sehingga daerah-daerah mengalami keterbatasan," lanjut dia.