Chatib Basri: Pemulihan Ekonomi Indonesia seperti Logo Nike, Bebas dari Resesi di Kuartal I 2021
Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri. (Foto: Instagram @chatibbasri)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang masih berlangsung hingga saat ini membuat perekonomian global tertekan, termasuk Indonesia. Beberapa negara tumbang dan masuk ke zona resesi ekonomi. Namun, ada juga yang berangsur pulih salah satunya China. Indonesia diprediksi akan mulai pulih pada kuartal I 2021.

Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, tidak ada satupun ekonom maupun lembaga internasional yang dapat memprediksi secara tepat mengenai pertumbuhan ekonomi. Bahkan, lembaga internasional seperti IMF dan Bank Dunia pun harus merevisi prediksinya.

Chatib berujar, hal ini bukan karena mereka tak memiliki kemampuan, namun ada faktor yang tidak bisa dikontrol yaitu pandemi itu sendiri. Meski begitu, jika dilihat dari alurnya, ekonomi Indonesia telah mencapai titik terendah pada kuartal II di mana mengalami kontraksi 5,3 persen.

Menurut Chatib, ekonomi Indonesia di kuartal III mungkin masih negatif namun tidak seburuk pada kuartal II. Jika kondisi membaik, perekonomian Indonesia bisa masuk zona positif pada kuartal IV.

"Kalau saya melihat jika tidak terjadi second wave, saya yakin kuartal I 2021 itu bisa positif. Bahkan, kalau situasinya agak baik, kuartal IV 2020 bisa 0 atau negatif," katanya, dalam diskusi virtual, Rabu, 21 Oktober.

Chatib menjelaskan, pemulihan ekonomi secara total itu tidak mungkin bisa bentuknya seperti V. Menurut dia, yang paling mungkin bentuknya seperti logo Nike atau kemungkinan lain bentuknya seperti huruf U. Kalau terjadi gelombang kedua, maka pemulihannya akan berbentuk huruf W.

"Tapi seandainya gelombang kedua tidak terjadi, mungkin kita akan mengalami pola dalam bentuk seperti lambang Nike. Jadi menyentuh titik terbawah di kuartal kedua, mungkin masih negatif di kurtal tiga dan keempat itu mungkin negatif atau 0 persen," jelasnya.

Namun, Chatib mengatakan, arah pergerakan ekonomi ini sangat ditentukan dari bagaimana cara pemerintah menangani pandemi COVID-19. Sebab, jika pandemi masih terjadi maka mau tidak mau, suka ataupun tidak suka pemerintah harus menerapkan protokol kesehatan, untuk menghindari penyebaran virus.

Lebih lanjut, Chatib berujar, protokol kesehatan 3M yang terus digaungkan oleh pemerintah, salah satunya paling berdampak besar pada perekonomian yaitu menjaga jarak. Sebab, harus ada ruang untuk memberikan jarak aman. Sehingga, kapasitanya tidak dapat penuh 100 persen.

Misalnya, pesawat terbang yang hanya diberikan batas angkut penumpang sebesar 70 persen dari kondisi normal, karena harus menerapkan jaga jarak. Begitu juga dengan restoran yang tidak mungkin bisa terisi penuh karena hanya diberikan batas 50 persen pengunjung.

"Sekarang bayangkan kita bisnis tetapi maksimum kapasitasnya sudah ditentukan hanya boleh 50 sampai 70 persen. Saya kira sulit mencapai apa yang disebut titik impas. Padahal listriknya saya harus bayar penuh. Orang listrik kan tidak peduli mau datang 5 orang atau 1 orang, cost-nya kan sama. Sewa gedung kan orang enggak peduli mau datang satu orang atau penuh," jelasnya.

Karena kondisi ini, kata Chatib, perusahaan-perusahaan berisiko mengalami yang disebut zombie company. Artinya, perusahaan tersebut tetap hidup tetapi tidak membuat keuntungan. Hasil penjualan hanya digunakan untuk membayar utang kepada bank.