Ruang ICU Tanpa AC Bisa Jadi Cara Minimalisir Penularan COVID-19 pada Tenaga Medis
Seorang tenaga kesehatan beristirahat di depan kipas angin (Sumber: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sebuah studi mengungkap temuan baru mengenai penanganan medis COVID-19. Konon, ruang ICU tak berpendingin udara (AC) dapat mengurangi risiko infeksi COVID-19 pada tenaga medis.

Studi dilakukan oleh Institut Sains India di Bengaluru, salah satu universitas sains terbaik di negara tersebut. Dalam keterangan studi disimpulkan, ketimbang AC, sirkulasi udara alami lebih baik.

"Resirkulasi udara oleh sistem AC yang terpusat inilah yang menyebabkan infeksi signifikan terhadap kalangan medis kami dan juga menyebabkan kematian dokter dan perawat," dikutip Senin, 20 Oktober.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengatakan resirkulasi udara dan meningkatkan penggunan udara luar ruangan mampu mengurangi risiko penyebaran virus corona. Studi Institut Sains India juga memperkuat studi terdahulu yang menyarankan negara-negara beriklim panas berhati-hati menjaga ruangan tertutup agar tidak kering akibat pendingan AC yang berlebihan.

Dalam studi, para peneliti Institut Sains India mencatat bahwa menjaga tingkat kelembaban dalam ruangan antara 40-60 persen dapat membantu membatasi penularan virus. Sebagai pengganti AC, ruangan ICU dapat dilengkapi dengan kipas angin dan kipas penyedot (exhaust fan).

Filter udara berbahan dasar sabun atau air yang sangat panas juga harus melengkapi ruang ICU. Hal itu penting untuk menyaring virus sebelum dilepaskan ke luar ruangan.

"Pasien (COVID-19) di ICU merupakan sumber aktif virus. Dan mereka secara konsisten mengeluarkan partikel," kata A.G. Ramakrishnan, penulis utama studi tersebut, kepada Reuters.

"Sehingga, kalau kita tidak menyaring udara, hal itu memperburuk keadaan," tambahnya.

Petugas medis adalah garda depan yang memikul beban berat dalam krisis virus corona di seluruh dunia. Di India, ada lebih dari lima ratus dokter meninggal akibat COVID-19. Secara umum India juga jadi negara terparah kedua di dunia dengan tingkat infeksi mendekati angka delapan juta.