Formappi Minta Pj Kepala Daerah dari TNI-Polri Aktif Segera Dikoreksi
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. ANTARA/Dyah Dwi/am.

Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus minta penunjukan TNI/Polri aktif sebagai penjabat (Pj) kepala daerah mesti segera dikoreksi.

"Saya kira ini babak-babak awal. Kalau ini tidak segera dicegah, apa yang sedang terjadi dengan memberikan semacam peluang kepada TNI/Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil," kata Lucius dalam keterangan dikutip Antara, Sabtu, 28 Mei.

Hal itu dia ungkapkan untuk menanggapi penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku.

"Saya kira ini babak yang di 1998 lalu juga ditakutkan oleh publik ketika kemudian TNI/Polri menduduki jabatan sipil," kata dia.

 Lucius menegaskan pemerintah dan DPR harus segera memastikan jabatan sipil tidak disandang oleh anggota TNI/Polri aktif. Ia juga mengungkap potensi yang bisa muncul jika anggota TNI/Polri aktif semakin bebas menduduki jabatan sipil.

"Saya kira penting untuk sejak awal mendesak, mendorong pemerintah dan DPR untuk memastikan tegaknya aturan terkait dengan jabatan sipil yang tidak boleh disandang TNI/Polri," kata dia.

Lucius mengatakan penunjukan itu tidak sesuai dengan semangat dan amanat reformasi. Selain itu, katanya juga melanggar aturan.

Lucius khawatir penunjukan itu hanya menjadi awal dari penunjukan Pj kepala daerah yang tidak sesuai aturan. Menurutnya menjelang kontestasi 2024 aroma politik semakin hangat.

Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah melakukan proses seleksi secara transparan dan terbuka bagi partisipasi publik. Puan menekankan agar proses tersebut bebas dari kepentingan politik.

“Siapkan sarana yang memadai apabila masyarakat hendak memberi masukan dan lakukan penyaringan secara terukur dan terbebas dari kepentingan politik,” ujar Puan.

Sementara itu, Ray Rangkuti, pendiri Lingkar Madani menyatakan pengangkatan anggota TNI aktif melanggar UU No.5 tahun 2015 pasal 20 ayat 3 tentang jabatan sipil yang boleh diemban adalah yang berada pada instansi pusat dan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

UU melarang TNI menduduki jabatan sipil, di luar 10 institusi. Institusi yang tertuang diantaranya Kemenkopolhukam, Kemenhan Lembaga Sandi Nasional, dan Mahkamah Agung. 

“Setidaknya 8 dari 10 yang diberikan untuk duduk di posisi masih berkaitan dengan fungsi mereka sebagai pertahanan. Pelibatan TNI aktif dalam Jabatan sipil tidak boleh jauh dari fungsi pokok mereka sebagai lembaga yang berurusan dengan pertahanan negara,“ ujar Ray.