JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan pihak TNI terkait penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101.
Koordinasi tersebut dilakukan karena komisi antirasuah menemukan bukti cukup untuk menahan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway yang merupakan pihak swasta. Selain itu, langkah ini bisa dilakukan KPK sesuai UU Nomor 19 Tahun 2019.
"KPK di dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2019 di dalam pasal 6 huruf D ada itu. KPK melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan korupsi, termasuk pihak rekan-rekan TNI," kata Ketua KPK Firli Bahuri dikutip dari tayangan YouTube KPK RI, Rabu, 25 Mei.
Berpegang pada pasal tersebut, sambung Firli, lembaganya bisa melakukan supervisi terhadap penanganan perkara yang diusut Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Apalagi, dalam kasus ini, ada lima orang tersangka yang berlatar belakang militer. Hanya saja, dalam perkembangannya, Puspom TNI menghentikan penyidikan.
"Di dalam Pasal 8 huruf A itu lebih jelas lagi. Dalam Pasal 8 huruf A UU Nomor 19 tahun 2019 disebutkan bahwa KPK tugasnya mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntuan tindak pidana korupsi. Artinya, tentu kita harus laksanakan amanat UU itu," ujar Firli.
Diberitakan sebelumnya, KPK menahan Irfan dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101. Dia diduga membuat negara merugi hingga Rp224 miliar dari nilai kontrak pengadaan yang mencapai Rp738,9 miliar.
Atas perbuatannya, Irfan kemudian disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.