JAKARTA - Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi merilis hasil survei mengenai pendapat masyarakat soal penerapan PSBB di berbagai provinsi.
Saat PSBB diberlakukan, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan atau mata pencaharian dan berharap kembali meraih pekerjaan saat PSBB dilonggarkan. Namun, saat dilonggarkan, mereka masih tidak bisa kembali mendapat pekerjaan tersebut.
"Setelah ada pelonggaran PSBB, ternyata pekerjaan yang warga idamkan setelah sekian bulan PSBB di masa awal, itu tidak juga mereka dapatkan. Meski PSBB dilonggarkan, mereka tetap susah mencari uang," kata Burhanuddin dalam rilis survei secara daring, Minggu, 18 Oktober.
Hal ini merupakan interpretasi data hasil survei Indikaktor. Pada awal pandemi bulan Mei lalu, lebih banyak responden yang memilih PSBB diberlakukan, dengan 50,6 persen warga yang memilih PSBB dan 43,1 persen yang tidak ingin PSBB.
Kemudian, pada bulan Juli, masyarakat lebih banyak yang menginginkan PSBB berakhir, yakni sebanyak 60,6 persen. Sementara, ada 34,7 persen masyarakat yang masih tetap ingin PSBB.
"Dugaan saya, waktu itu masyarakat sekian lama mengalami psbb cukup ketat kemudian mereka capek karena tidak ada yang bisa dimakan. Akhirnya mereka meminta agar PSBB cukup berhenti di sini dan ekonomi berjalan," jelas Burhan.
"Tapi ketika PSBB dilonggarkan, harapan mereka harap ekonomi bisa segera membaik, ternyata apa daya tak bisa didapatkan. Selama COVID-19 Belum bisa ditangani, pekerjaan itu mereka tak segera dapatkan," lanjutnya.
BACA JUGA:
Akiibatnya, banyak masyarakat menganggap bahwa pemberlakuan PSBB dan pelonggran PSBB tidak ada bedanya dengan kondisi perekonomian masyarakat tetap masih melemah dan penanganan COVID-19 belum membaik.
Hal ini ditunjukkan dari data survei bulan September, bahwa ada 55 persen responden yang lebih memilih PSBB dihentikan, dan 39 persen yang memilih PSBB dilanjutkan untuk menekan penyebaran virus corona.
"Jadi, daripada tidak jelas ada PSBB atau tidak ada PSBB sama saja, ya lebih baik PSBB dihentikan saja, yang penting pemerintah punya strategi terkait dengan penanganan COVID-19 yang masif," ungkap Burhanuddin.
Adapun survei ini dilakukan dengan metode kontak telepon kepada 1.200 responden. Responden ini dipilih secara acak dari yang pernah dilakukan survei tatap mula sebelum pandemi COVID-19 berlangsung.
Toleransi kesalahan atau margin of error survei ini sebesar 2,9 persen dan tingkat kepercayaan sebanyak 95 persen. Survei ini dilakukan pada periode 24 September sampai 30 September 2020.