JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyarankan Presidium Koalisi Aksi Menyelamatakan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo menempuh jalur hukum terhadap penangkapan para aktivisnya. Menurutnya, proses hukum yang saat ini berjalan tak bisa hanya dilawan dengan menyampaikan tudingan.
"Reaksi terhadap tindakan hukum tidak bisa hanya dengan bersuara di media atau ruang publik lainnya. Melainkan harus disalurkan di jalur hukum yang sudah disediakan, seperti praperadilan," kata Arsul saat dihubungi, Kamis, 15 Oktober.
Lagipula, Sekjen PPP ini mengatakan, proses penegakan hukum terjadi karena ada dua sisi. Pertama, penegakan dilakukan karena adanya dugaan perbuatan yang melanggar hukum dengan bukti yang cukup.
Kedua adalah dari sisi orang yang dikenakan tindakan tersebut dan pihak-pihak yang mendukung orang yang ditindak.
"Nah, terhadap mereka yang ada di sisi kedua, maka hukum acara pidana kita memberikan jalur untuk menguji keabsahan tindakan dari penegak hukum disisi kedua," ujarnya.
Sehingga, Arsul menyarankan kepada Gatot untuk menggunakan jalur praperadilan daripada hanya menuding pihak-pihak tertentu melakukan politisasi terhadap penangkapan tersebut.
"Dalam konteks ini, Komisi III menyarankan agar mereka yang berada di sisi kedua, termasuk Pak Gatot Nurmantyo untuk menggunakan jalur yang disediakan yaitu, praperadilan," tegasnya.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Gatot menyebut menganggap penangkapan tersebut memiliki tujuan politis. Dia menyebut, penangkapan Syahganda Nainggolan, Anton Permana, Jumhur Hidayat, dan beberapa anggota KAMI merupakan tindakan represif dan tidak mencerminkan fungsi polisi sebagai pengayom masyarakat.
Sebab, dilihat dari dimensi waktu dasar Laporan Polisi hinga keluarnya Sprindik pada hari yang sama mengindikasikan hal yang tidak lazim dan menyalahi prosedur.
"Lebih lagi jika dikaitkan dengan KUHAP Pasal 17 tentang perlu adanya minimal dua barang bukti, dan UU ITE Pasal 45 terkait frasa 'dapat menimbulkan', maka penangkapan para Tokoh KAMI patut diyakini mengandung tujuan politis," kata Gatot dalam keterangannya, Rabu, 14 Oktober.
Gatot memandang ada indikasi bahwa ponsel sejumlah tokoh KAMI sebelum penangkapan diretas oleh pihak tertentu. Gatot juga menuding ada penyadapan atau kloning ponsel.
"Hal demikian sering dialami oleh para aktifis yang kritis terhadap kekuasaan negara, termasuk oleh beberapa Tokoh KAMI. Sebagai akibatnya, 'bukti percakapan' yang ada sering bersifat artifisial dan absurd," tuturnya.
Oleh sebab itu, Gatot menuntut Polri untuk membebaskan tokoh KAMI dari tuduhan pelanggaran UU ITE karena pasal tersebut banyak mengandung pasal-pasal karet yang bertentangan dengan kebebasan berpendapat.