Demo Tolak UU Cipta Kerja Ricuh, Gatot Nurmantyo: Akibat DPR dan Presiden Abai
Ilustrasi/Demo di Jakarta, Kamis, 8 Oktober (Diah Ayu W/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gatot Nurmantyo menyayangkan bentrokan yang terjadi saat aksi unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di sejumlah wilayah.

Gatot menyebut, aksi yang berujung ricuh tersebut adalah dampak dari sikap DPR dan Presiden Joko Widodo yang abai terhadap aspirasi buruh, mahasiswa, akademisi, organisasi masyarakat, tokoh agama, hingga LSM yang menolak pengesahan Omnibus Law.

"Aksi yang terjadi hari ini sesungguhnya merupakan akibat dari keputusan DPR dan Presiden yang abai, tidak memperhatikan aspirasi, dan tetap memaksakan untuk memutuskan dan mengesahkan RUU Omibus Law," ujar Gatot dalam keterangan yang dikutip VOI, Jumat, 9 Oktober.

Melihat reaksi penolakan UU Cipta kerja yang masif di berbagai wilayah Indonesia, Gatot memandang Jokowi sebagai kepala pemerintahan tidak menghindarkan diri dan membuka ruang dialog yang seluas-luasnya.

Gatot juga menyayangkan sikap represif aparat kepolisian yang menindak massa aksi tolak UU Cipta Kerja kemarin dengan menangkap sejumlah massa dan kerap menembakkan gas air mata kepada peserta aksi.

"Perlu ditekankan bahwa tugas aparat adalah melayani, melindungi, mengayomi, dan mengatur masyarakat, bukan melarang kegiatan rakyat, karena sejatinya aparat, setiap bulan menerima gaji dan makan dari uang rakyat," jelas Gatot. 

"Oleh sebab itu KAMI mengutuk semua tindakan kekerasan dan brutal yang dilakukan oleh aparat kepada buruh, mahasiswa, pelajar dan emak-emak yang sedang memperjuangkan hak konstitusionalnya," lanjut dia.

Sebelumnya, Presidium KAMI Din Syamsuddin juga membuat surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Salah satu yang disinggung dalam surat terbuka yakni pengesahan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang dianggap dapat menimbulkan kegaduhan di tingkat nasional.

"Kecenderungan Pemerintah bersama DPR untuk mengesahkan RUU untuk menjadi UU seperti UU Minerba, Perppu yang dikebut menjadi UU Keuangan untuk Penanggulangan COVID-19, UU Ciptaker atau Omnibus Law Ciptaker sangat potensial menimbulkan kegaduhan nasional yang besar," kata Din.

Sikap pemerintah dan DPR yang tergesa-gesa mengesahkan undang-undang kontroversial tersebut, juga dianggap tak membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan aspirasi kepada masyarakat. Tapi, hal tersebut tak hanya terjadi dalam penetapan UU Cipta Kerja, menurut Din, pemerintah juga begitu arogan untuk mempertahankan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) meski sudah digugat oleh banyak organisasi.

"Kami tidak dapat memahami apakah Pemerintah bersungguh-sungguh ingin menciptakan ketakgaduhan atau sebaliknya justru ingin mendorong kegaduhan itu sendiri," tegas Din.