Bagikan:

JAKARTA - Korea Utara sedang pusing menghadapi lonjakan COVID-19 setelah negeri ini mengkonfirmasi kasus kematian pertamanya. Korsel akan senang hati jika Korut menerima pertolongan mereka.

Presiden Korea Selatan yang baru saja dilantik, Yoon Suk-yeol mengatakan pada Senin 16 Mei kalau mereka tidak akan menyia-nyiakan upaya untuk membantu Korea Utara. Korsel akan terbuka dengan permintaan bantuan Korut yang sedang memerangi wabah COVID-19.

"Jika Korea Utara menanggapi (dukungan kami), kami tidak akan menyia-nyiakan obat-obatan termasuk vaksin COVID-19, peralatan medis, dan tenaga kesehatan," kata Yoon dalam pidato di sidang pleno Majelis Nasional seperti dikutip dari Channel News Asia.

Secara terpisah dalam pidatonya, Yoon juga akan membahas dengan Presiden AS Joe Biden cara-cara untuk memperkuat kerja sama di rantai pasokan global melalui Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik. Biden dijadwalkan mengunjungi negara itu minggu ini.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un telah memerintahkan militer untuk menstabilkan distribusi obat-obatan COVID-19 di ibu kota, Pyongyang, dalam pertempuran melawan wabah penyakit pertama yang dikonfirmasi di negara itu, kata media pemerintah.

Korea Utara mengumumkan 21 kematian akibat demam COVID-19 pada Sabtu 14 Mei. Dan lebih dari setengah juta orang diduga tertular virus.

Pengumuman resmi ini dibuat hanya setelah dua hari usai mengkonfirmasi kasus kematian pertama COVID-19.

Meskipun mengaktifkan "sistem karantina darurat maksimum" untuk memperlambat penyebaran penyakit melalui populasi yang tidak divaksinasi, Korea Utara sekarang melaporkan puluhan ribu kasus baru setiap hari.

Pada hari Jumat saja, lebih dari 174.440 orang mengalami demam. Tapi 81.430 telah pulih sepenuhnya dan 21 meninggal di negara itu, ucap kantor berita resmi Korea Central News Agency melaporkan seperti dikutip dari Channel News Asia.

Korea Utara mengkonfirmasi pada hari Kamis bahwa varian Omicron yang sangat menular telah terdeteksi di ibu kota Pyongyang, dengan pemimpin Kim Jong Un memerintahkan penguncian nasional.

Meskipun militer sudah dikerahkan, tapi ada masalah besar. Pusat farmasi di negeri itu diyakini akan gagap menghadapi situasi ini.

Kekurangan mereka adalah kurangnya penyimpanan obat yang memadai selain etalase. Sementara tenaga penjual tidak dilengkapi dengan pakaian sanitasi yang layak dan kebersihan di sekitar mereka tidak memenuhi standar.