JAKARTA - Pemerintah Korea Utara (Korut) merespons kutukan Korea Selatan (Korsel) atas kematian pejabat tinggi mereka. Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong-un meminta maaf secara terbuka atas penembakan yang dilakukan tentaranya di perbatasan dua negara.
"Maaf," kata Jong-un, mewakili Pemerintah Korut. Surat itu juga mengutip permintaan maaf Jong-un atas insiden yang ia sadari mengewakan publik Korsel.
Jong-un mengaku sadar pembunuhan itu seharusnya tak terjadi. Namun, Jong-un mengatakan tentaranya terpaksa menembak pejabat Korsel itu sebagai upaya melawan pandemi COVID-19.
Departemen Front Persatuan Korut, yang bertugas pada hubungan antarperbatasan mengirim surat ke Kantor Presiden Korsel Moon Jae-in. Surat itu dikirim satu hari setelah penembakan.
Berdasar laporan intelijen Korsel, para tentara Korut menghujani lebih dari sepuluh tembakan kepada pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan Korsel itu. Setelah menembak, para tentara menyiram bensin dan membakar jasad korban.
Dalam surat itu Korut juga menjelaskan awal tragedi terjadi ketika pejabat Korsel itu menolak menunjukkan identitasnya. Pejabat itu bahkan mencoba melarikan diri.
BACA JUGA:
Klarifikasi lain dari Korut adalah terkait pembakaran jasad. Penasihat keamanan Jae-in, Suh Hoon mengatakan, dalam surat itu Korut menjelaskan bahwa para tentara membakar alat apung yang digunakan korban, bukan membakar jasad korban sebagaimana kabar intelijen.
"Para prajurit tidak dapat menemukan pelanggar batas wilayah itu dalam pencarian setelah melakukan penembakan. Mereka (prajurit) kemudian membakar alat apung, sesuai langkah darurat nasional pencegahan penyakit," kata Suh, merujuk isi surat.
Surat itu diterima Moon dalam situasi penuh tekanan politik, di mana publik Korsel secara intens mendesak Sang Presiden memperbaharui kebijakan dan hubungan dengan Korut pascapenembakan.