Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Habiburokhman menilai masyarakat saat ini tidak mudah terprovokasi menggelar unjuk rasa mengangkat isu memakzulkan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut politikus Partai Gerindra itu masyarakat saat ini semakin cerdas tidak cepat tersulut kabar yang ramai beredar.

"Santai saja, rakyat sudah makin cerdas. Mereka tidak akan gampang diprovokasi oleh siapa pun," kata Habiburokhman kepada para jurnalis di Jakarta, mengutip Antara, Minggu 15 Mei.

Meski demikian, ia mempersilakan masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat di muka umum melalui aksi unjuk rasa. Namun, dengan syarat penyampaian tuntutan tidak melanggar ketentuan hukum.

"Silakan aja apa pun tuntutan mereka sepanjang dengan cara yang sesuai dengan ketentuan hukum," ujarnya.

Habiburokhman memahami ketepatan merumuskan tuntutan akan berpengaruh pada gerakan itu sendiri. Menurut dia, makin masuk akal tuntutan maka gerakan tersebut akan makin banyak mendapat dukungan dari rakyat.

Dalam Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 ketentuan mengenai pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 3 ayat (3), Pasal 7A, Pasal 7B, dan Pasal 24C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.

Sementara itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 80 sampai Pasal 84 mengatur terkait dengan mekanisme pemakzulan.

Sebelumnya, sejumlah elemen masyarakat dari buruh, seperti Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak), akan menggelar kembali demo besar pada tanggal 21 Mei 2022, bertepatan dengan momentum reformasi. Aksi itu puncak dari rangkaian gelombang unjuk rasa di berbagai daerah.