Bagikan:

JAKARTA - Polri memastikan penangkapan dan penetapan tersangka petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di Medan dan Jakarta disertai dengan bukti permulaan yang cukup.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi humas Polri Brigjen Awi Setiyono mengatakan, salah satu buktinya adalah percakapan di grup WhatsApp, proposal, hingga unggahan di media sosial. Dari sini dugaan penghasutan ada.

"Kalau rekan-rekan membaca WA-nya, ngeri. Pantas kalau di lapangan terjadi anarkis, itu mereka masyarakat yang tidak paham betul, gampang tersulut," ujar Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa, 13 Oktober.

Awi merinci, petinggi KAMI yang ditangkap di Medan dan Jakarta tidak tergabung dalam satu grup WhatsApp. "Bukan tergabung (dalam satu grup WhatsApp). Semua akan di-profiling. Kasus per kasusnya di-profiling," tambah Awi.

Namun Awi tak merinci kapan percakapan itu dimulai. Hal ini yang tengah didalami penyidik dan sudah masuk dalam materi penyidikan.

"Ini terkait dengan demo Omnibus Law Cipta Kerja yang berakhir anarkis. Patut diduga mereka (petinggi KAMI) memberikan informasi yang menyesatkan, berbau SARA dan penghasutan," imbuh Awi.

Karopenmas pun memastikan bahwa pegiat KAMI yang ditangkap telah merencanakan penghasutan hingga terjadi perusakan fasilitas umum dan penyerangan terhadap aparat.

"Mereka memang merencanakan sedemikian rupa untuk membawa ini, membawa itu, melakukan perusakan itu ada, semua terpapar jelas (dalam grup WA)," tutur Awi.

Sebelumnya ada delapan pegiat KAMI yang ditangkap polisi yakni Juliana, Devi, Wahyu Rasari Putri, Khairi Amri, Kingkin Anida, Anton Permana, Syahganda Nainggolan dan Jumhur Hidayat. Lima orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim Polri.

Mereka diduga melanggar Pasal 45 A ayat 2 UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang ancaman hukumannya mencapai enam tahun penjara.