Bagikan:

JAKARTA - Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal (Irjen) Nana Sudjana menceritakan kronologi munculnya sejumlah pemuda provokator setelah aksi unjuk rasa 1310 oleh Aliansi Nasional Anti Komunis Negara Kesatuan Republik Indonesia (ANAK NKRI) berakhir sore ini.

Nana menjelaskan, sekitar pukul 16.00 WIB, sekitar 4.000 massa ANAK NKRI membubarkan diri karena aksi mereka telah selesai.

Nana bilang, aksi ini berjalan lancar. Sampai akhirnya, sekitar 600 provokator yang kebanyakan berusia pelajar ini masuk ke lokasi demo, mendekati pembatas kawat berduri dan mulai merusuh.

"Aksi berjalan lancar dari pukul 13.00 WIB sampai 16.00 WIB sesuai kesepakatan. Nah, ketika anak NKRI selesai, anak-anak pelajar, STM, yang kita sebut anarko ini, mereka kembali dan melakukan upaya provokasi," kata Nana saat ditemui di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 13 Oktober.

Mulanya, para perusuh ini bersorak di hadapan polisi yang telah bersiap mengenakan tameng dan memegang tongkat. Lalu, para anarko mulai melempar botol plastik, batu, dan pecahan kaca ke arah aparat kepolisian.

"Awalnya kami bertahan dan bersikap persuasif agar tidak terpancing, namun mereka tetap lempari. Dalam kondisi itu, kami lakukan pendorongan dan penangkapan. Ada sekitar 500 orang ditangkap termasuk anarko yang ada di wilayah lain," tutur Nana.

Nana menyayangkan aksi provokator yang dilakukan oleh mayoritas pelajar ini. Menurut dia, semestinya tugas para pelajar adalah belajar dan tidak masuk ke lokasi aksi.

Sampai saat ini, polisi masih memukul mundur massa yang terpencar ke arah Tanah Abang hingga Senen, Jakarta Pusat. 

"Saat ini tetap pendorongan. Jangan sampai mereka anarkis lagi seperti pembakaran. Kami tidak segan-segan melakukan upaya hukum," ucap Nana.

Sebelum peristiwa ini, ada aksi demonstrasi 1310 yang berkumpul di Kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat, untuk menyuarakan penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sore ini. Ormas yang ada dalam aliansi ini adalah Persaudaraan Alumni (PA) 212, Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.

Ustaz Sugi Nur Raharja alias Gus Nur menyampaikan orasi di atas mobil komando. Dalam orasinya, Gus Nur menganggap bahwa pemerintah tampak mati-matian membela agar Undang-Undang Cipta Kerja disahkan dan diberlakukan.

"Ada kabar buruk. Kabar buruknya begini, rezim ini siap mati demi omnibus law. Tapi, rezim ini lupa bahwa kita siap mati demi rakyat," tutur Sigit disambut sorak para peserta aksi di lokasi, Selasa, 13 Oktober.

Aksi ini berlangsung tertib dan damai. Namun setelah secara bertahap massa pulang, muncul kelompok lain.