Chatib Basri: PSBB Bikin Pengusaha di Mal Sulit Berekspansi
Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri. (Foto: Instagram @chatibbasri)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Chatib Basri menilai, selama pandemi COVID-19 dan pemberlakukan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan, perusahaan akan sulit berekspansi. Hal ini, disebabkan oleh kondisi di mana biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diperoleh, tidak sebanding.

Sebagai contoh, kata Chatib, di masa PSBB transisi ini restoran atau mal dibatasi jumlah pengunjungnya dengan maksimal 50 persen. Namun, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk biaya sewa tetap sama dengan kondisi sebelum adanya PSBB.

"Seperti sekarang PSBB DKI Jakarta, rent tidak penduli, (pengunjung) yang datangnya 50 persen atau 100 persen, bayar sewanya sama. Itu yang disebut sebagai fixed cost. Berarti apa? Company-nya tidak bisa mencapai skala ekonomis. Artinya ada risiko di dalam kondisi ini, kalau skala ekonimisnya tidak tercapai," tuturnya, dalam diskusi virtual, Selasa, 13 Oktober.

Chatib menjelaskan, perusahaan yang sulit mencapai nilai ekonomis memang sebenarnya masih bisa bertahan di tengah tekanan pandemi COVID-19 ini. Namun, kondisi ini akan membuat perusahaan seperti 'zombie'.

Lebih lanjut, Chatib mengatakan, kondisi company zombie ini membuat perusahaan mampu meng-cover variable cost tetapi tidak bisa meng-cover fixed cost.

"Company jadi company zombie. Dia kerja untuk bank, hanya bayar utang. Ini membuat orang tidak berminat untuk melakukan ekspansi usaha. Ini menunjukan kalau kapasitas pasarnya masih tinggi, orang tidak akan ekspansi. Ngapain juga nambahin investasi baru, kalau investasi yang ada itu underutilized," jelasnya.

Meksi begitu, Chatib mengatakan, bahwa pemberlakukan kebijakan PSBB Transisi saat ini berdampak positif pada ekonomi. Namun sayangnya, hanya berlangsung dalam jangka waktu pendek.

Mantan Menteri Keuangan ini berujar, kondisi ekonomi saat ini dapat dilihat salah satunya pada indeks manufaktur Indonesia (PMI) yang naik ke level 50,8 pada Agustus 2020. Namun pada September 2020 kembali turun ke 47,2.

"Ini konsisten dengan leading indikator yang saya bilang, walau Juli naik, tapi kemudian flat. Betul indicator rebound, tapi short lived," katanya.