Fraksi Demokrat Anggap Paripurna Pengesahan UU Cipta Kerja Cacat Prosedur
Paripurna persetujuan pengesahan UU Cipta Kerja (Wardhany Tsa Tsia)

Bagikan:

JAKARTA -  Tak tersedianya salinan naskah RUU Cipta Kerja pada saat paripurna DPR menimbulkan banyak pertanyaan. Terlebih pimpinan DPR berlasan tidak cukup waktu untuk mencetakannya.

Anggota Komisi XI DPR fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, dengan alasan itu seharusnya pimpinan DPR-RI memutuskan untuk menunda rapat.

"Justru harusnya pimpinan dewan bisa bersikap bijak dan memutuskan rapat untuk ditunda dulu. Bukannya malah tergesa-gesa dan tetap memaksakan rapat," ujar Didi dalam keterangannya, Sabtu, 10 Oktober.

Jika memang paripurna tetap diputuskan berlangsung pada 5 Oktober, kata Didi, persiapan haruslah matang. Sehingga, dalam pembahasan RUU Cipta Kerja dapat berjalan dengan baik dan para anggota bisa mengerti isi secara keseluruhan.

"Ironisnya, justru dalam rapat sekelas komisi atau badan, baik naskah atau bahan rapat lainnya bisa kita dapatkan jauh-jauh hari. Tetapi herannya, malah dalam rapat yg sangat penting dan krusial terkait Paripurna RUU Cipta Kerja, naskahnya malah tidak terlihat sama sekali," papar Didi.

Meski, pada tata tertib memang hal itu tak diatur dengan tegas tapi seharusnya penyedian bahan rapat tetap dilakukan. Sebab, selama ini ketika Rapat Paripurna akan diselenggarakan bahan pembahasan sudah dibagikan sebelumnya.

"Seharusnya teladan ini dijaga terus. Sehingga Rapat Paripurna sebagai forum rapat tertinggi senantiasa transparan dan akuntable," tegas dia.

Bahkan, alasan tak cukup waktu untuk mencetak salian RUU juga terkesan janggal. Apalagi saat ini merupakan era digital. Dimana bahan rapat bisa dibagikan secara online atau melalui smartphone.

"Sekali lagi aneh rapat sekaliber Paripurna RUU Cipta Kerja, malah upaya dan kesungguhan macam itu tidak dilakukan," ungkapnya.

"Harusnya pimpinan DPR memastikan dulu bahwa RUU yang begitu sangat penting dan krusial yg berdampak pada nasib buruh, pekerja, UMKM, lingkungan hidup dan lain-lain sudah ada di tangan seluruh anggota DPR, baik yang fisik dan virtual," sambungnya.

Bahkan jika merujuk pada undangan rapat, kata Didi, juga terkesan janggal. Sebab undangan itu disebar hanya beberapa jam sebelum acara dimulai. Sehingga, sangat mengesankan jika Rapat Paripurna ini dipaksakan.

"Padahal jika melihat agenda sebelumnya, rapat itu dijadwakan 8 Oktober. Tiba-tiba menjadi 5 Oktober, tanpa informasi yang cukup dan memadai," tegas dia 

Terlebih, alasan pimpinan DPR mempercepat rapat itu dikarenakan banyak anggota yang terjangkit COVID-19 juga tak masuk akal. Seharunya, jika alasannya hal itu maka sidang ditunda dahulu hingga semuanya siap untuk mengukutinya.

"Keputusan rapat paripurna RUU Ciptaker sesat dan cacat prosedur," kata  Didi.