Bagikan:

JAKARTA - Kantor Staf Presiden (KSP) menyebut Omnibus Law Cipta Kerja menjadi solusi dalam mengurai keruwetan aturan yang ada saat ini. Hal ini disampaikan dalam laporan setahun Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Dengan Omnibus Law diharapkan investasi di Indonesia bergeliat. Sebab, keruwetan aturan menjadi salah satu faktor investasi di dalam negeri lesu.

"Omnibus Law menjadi solusi mengurai keruwetan aturan," dikutip dari laporan tahunan tersebut, Selasa, 20 Oktober.

KSP menyebut, lewat UU Omnibus Law Cipta Kerja pemerintah telah berhasil meringkas 79 UU dan menyatukan 11 klaster menjadi satu aturan.

"Metode Omnibus Law diharapkan menjadi obat yang cespleng menghasilkan produk hukum yang efisien dan aspiratif," tulis KSP dalam laporan tersebut.

Lewat laporan tersebut, KSP juga menyebut pemerintah telah memangkas lembaga nonstruktural yang fungsinya saling tumpang tindih agar gerak pemerintah makin efektif dan efisien. Termasuk, menyederhanakan jumlah eselon.

Selain itu, reformasi birokrasi juga sudah dilakukan dengan menggunakan Digital Melayani (Dilan). 

"Dengan satu klik, Dilan memangkas jalur ruwet akibat prosedur berbelit dan maraknya praktik pungli."

Sebelumnya, DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober.

DPR saat itu memutuskan untuk mengetuk rancangan perundangan tersebut meski ada penolakan dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

Adapun pengesahan RUU Cipta Kerja ini mendapat persetujuan dari tujuh fraksi yaitu PDIP, Gerindra, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan Golkar. 

Saat ini, draf final UU Cipta Kerja sudah berada di tangan pemerintah untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Dia memilik waktu 30 hari untuk menandatangani perundangan tersebut untuk kemudian diberlakukan.