JAKARTA - Pandemi COVID-19 mengakibatkan beberapa pembangunan infrastruktur untuk sementara mengalami penundaan. Salah satunya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Namun, pembangunan infrastruktur lain tetap berlanjut demi mewujudkan konektivitas antara daerah dengan daerah lain.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, ketersediaan infrastruktur mempercepat ekspansi ekonomi. Bahkan, stok infrastruktur Indonesia terhadap PDB naik drastis.
Pada tahun 2015, nilai stok infrastruktur Indonesia angkanya 35 persen. Dalam kurun waktu empat tahun naik 8 persen menjadi 43 persen.
"Angka ini akan terus digenjot mengejar ketertinggalan standar global minimal sebesar 70 persen," demikian kata Pemerintah dalam Laporan Tahunan 2020, seperti dikutip dari laman KSP, Selasa, 20 Oktober.
Meskipun investasi infrastruktur masih jauh tertinggal, pemerintah terus mempercepat ketersediaan infrastruktur konektivitas. Hal ini untuk menurunkan biaya logistik dan memberikan kemudahan bagi rakyat menuju fasilitas sosial dasar. Bahkan, daerah-daerah yang dulu terpisah kini telah tersambung.
"Peringkat konektivitas infrastruktur kita membaik. Pekerjaan rumah yang tersisa kini tinggal menurunkan biaya logistik. Biaya logistik Indonesia saat ini masih 23,5 persen dari PDB," tuturnya.
Pemerintah mengklaim bahwa angka tersebut masih tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara. Konektivitas infrastruktur dapat memangkas biaya logistik.
BACA JUGA:
Jembatan Udara dan Tol Laut Bukan Daerah Terisolir
Wilayah Indonesia dengan jumlah lebih dari 17.000 pulau membuat banyak daerah yang sulit diakses. Akibatnya daerah terluar, terisolir, dan tertinggal membutuhkan biaya mahal untuk lalu lintas orang dan barang.
"Pemerintah terus mengupayakan kemudahan akses dengan membangun jembatan udara. Upaya ini akan menurunkan jurang perbedaan atau disparitas harga barang sehingga perekonomian berangsur tumbuh," katanya.
Bahkan, karena pembangunan jembatan udara ini terjadi 44,85 persen penurunan harga pada rata-rata 5 bahan pokok.
Tak hanya membangun jembatan udara, pada periode kedua kepemimpinannya, Jokowi juga terus meningkatkan akomodasi laut. Program tol laut sekelas backbone juga sudah digarap sejak 2015.
Tol laut ini dapat digunakan kapal berkapasitas besar demi menekan disparitas harga barang antara Pulau Jawa dan daerah terluar, terisolir, dan tertinggal. Muatan tol laut dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan.
Adapun rinciannya, 2016 sebesar 81.404 ton. Kemudian meningkat di 2017 menjadi 233.139 ton. Di 2018 kembali bertambah yaitu 239.875 ton dan di 2019 angkanya mencapai 245.378 ton.
Tak hanya kapasitas muatan yang terus ditambah, Jokowi-Ma'ruf juga menambah trayek tol laut. Pada tahun 2016 hanya sebanyak 6 trayek. Namun, angka mengalami peningkat di 2017 menjadi 13 trayek.
Namun, Pemerintah tak cukup puas. Trayek pun ditambah pada tahun 2018 menjadi 18. Lalu, di 2019 pemerintah berhasil meningkatkannya menjadi 20 trayek.