Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah ahli Inggis di hadapan Parlemen menyebut, hampir 8.000 tentara bayaran dari Wagner Group dikerahkan Rusia dalam invasi ke Ukraina, menyebabkan ribuan di antaranya tewas.

Memberikan bukti kepada Commons Foreign Affairs Committee, Christo Grozev, direktur eksekutif situs investigasi Bellingcat, mengatakan 3.000 anggota perusahaan militer swasta tersebut diperkirakan tewas di medan perang.

Dia mengatakan, sumber-sumber dalam kelompo, yang terbesar dari tiga kelompok tentara bayaran yang terlibat dalam konflik, telah memberi tahu mereka jumlah yang bertempur bersama pasukan Rusia 'jauh lebih banyak' daripada yang diperkirakan.

Mereka termasuk 200 personel yang dikirim ke Kyiv sebelum konflik, dalam misi yang gagal untuk 'mengintai dan membunuh' tokoh-tokoh politik. Sementara, sejumlah besar dikerahkan dengan konvoi yang maju ke ibu kota dari Belarus.

Lebih jauh dia menerangkan, mereka juga telah hadir di Bucha, di mana beberapa bukti terburuk dari dugaan kejahatan perang telah ditemukan.

Grozev mengungkapkan, mereka telah diberitahu oleh salah satu mantan anggota kelompok, beberapa memilih untuk bertempur karena mereka menikmati pembunuhan.

"Dia mengatakan bahwa sekitar 10 hingga 15 persen adalah sosiopat, orang-orang yang pergi ke sana hanya karena ingin membunuh. Mereka haus darah, bukan hanya pecandu adrenalin," ungkapnya di hadapan komite, melansir The National News 20 April.

Sementara itu, Dr. Sean McFate, seorang peneliti senior di think tank Dewan Atlantik dan profesor di Universitas Pertahanan Nasional AS mengatakan, kebrutalan kelompok itu dalam konflik seperti perang saudara Suriah, adalah bagian dari nilai jual sejauh Presiden Rusia Vladimir Putin memerhatikan.

"Jika Anda melihat Bucha dan lainnya, ada pola yang sama yang Anda lihat di Suriah, di mana mereka akan menginterogasi, menyiksa dan memenggal kepala orang," ungkapnya.

"Salah satu alasan saya pikir itu telah menjadi salah satu senjata pilihan (Presiden) Putin adalah, memungkinkan beberapa penyangkalan yang masuk akal antara ekses di lapangan, kegagalan di lapangan dan kebijakan," paparnya.

Namun, Dr. McFate mengatakan hingga saat ini negara-negara barat tidak menganggap serius ancaman kelompok tersebut, dan tidak melacak pergerakan anggotanya.

"Ini telah mendorong mereka (Rusia) untuk menggunakan ini sebagai siasat untuk ekspansi nasional, kepentingan nasional," tuturnya.

"Kami belum melakukan pekerjaan yang cukup baik dalam melacak mereka. Kami melihat mereka sebagai penjahat Hollywood yang murah, tetapi sebenarnya tidak."

Grozev mengatakan, sementara menjatuhkan lebih banyak sanksi pada kepala kelompok, Yevgeny Prigozhin, yang dikenal sebagai 'koki Putin', akan berdampak kecil. Mungkin lebih efektif menargetkan anggota kelompok individu yang suka berlibur ke luar negeri bersama keluarga mereka.

"Pengetahuan yang mereka lakukan menjadi bahan ejekan tentang sanksi barat, karena ini menyebar melalui rumor yang beredar. Jadi, menghentikan semua orang ini untuk dapat melakukan perjalanan internasional, setidaknya ke dunia barat, mungkin jauh, jauh lebih besar daripada menjatuhkan satu sanksi lagi pada Prigozhin," tandas Grozev.