Bagikan:

JAKARTA - Sikap DPR RI dan pemerintah yang tetap mengesahkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja menjadi bulan-bulanan warganet. Bahkan, sejumlah tagar berisi kekecewaan terhadap lembaga tersebut seperti #DPRGoblok hingga #dprpenghianat dan sejumlah meme satire yang menyindir sikap elite politik terus diunggah oleh pengguna media sosial khususnya Twitter.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin menilai, ini adalah imbas dari disahkannya UU Cipta Kerja yang isinya masih kontroversial dan pembahasannya terkesan terburu-buru. Selain itu, kepercayaan publik yang rendah terhadap DPR dan pemerintah belakangan ini bisa makin melorot setelah adanya pengesahan undang-undang berpolemik tersebut.

"Dari dulu juga kepercayaan publik pada pemerintah dan DPR kan rendah, ditambah lagi pasca disahkannya UU Omnibus Law Ciptaker ya makin dalam ketidakpercayaan itu," kata Ujang saat dihubungi VOI, Rabu, 7 Oktober.

Bukan hanya berdampak bagi lembaga, menurutnya, pengesahan undang-undang ini juga akan menimbulkan dampak bagi partai politik. Karena masyarakat yang melek teknologi dan informasi bisa saja tak lagi percaya dengan elit partai yang ikut dalam pengesahan perundangan tersebut.

"Ini dampaknya bagi parpol, masyarakat bisa saja ke depan tak lagi percaya dengan elit partai yang telah melukai mereka," tegasnya.

Meski begitu, Ujang menilai, dampak ini kemungkinan tidak terlalu banyak mempengaruhi Pemilu 2024 mendatang. Karena, para partai dan politikus tersebut akan mempunyai beragam cara atau strategi untuk memenangkan suara masyarakat bahkan tak sungkan untuk membeli suara mereka.

Apalagi, selama ini partai politik selalu bersikap pragmatis dan oportunis. "Jadi mereka hari ini bisa melukai rakyat tapi di masa yang akan datang, saat pemilu mereka nanti membeli suara rakyat agar bisa menang," ujarnya.

Sehingga, ke depan, Ujang berharap masyarakat harus berani menolak jika mendapat serangan fajar ketika pemilu yang biasanya berupa amplop berisi uang maupun sembako. Karena, hal inilah yang kerap membuat elit politik menganggap suara rakyat bisa dengan mudah dibeli demi ambisi mereka.

Lagipula, amplop uang atau sembako yang diberikan para politikus yang cari muka tersebut tidak akan sebanding dengan perundangan yang bisa saja kacau dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di masa yang akan datang.

"Ke depan masyarakat jangan mau diberi amplop atau sembako ketika pemilu. Atau kalau memang disodorkan ambil tapi jangan pilih orangnya. Karena jangan sampai terima amplop yang isinya hanya Rp50 ribu tapi menderita terus selama lima tahun ke depan, seperti sekarang ini dengan disahkannya RUU Omnibus Law, buruh atau rakyat menderita selama-lamanya tak berujung," ungkapnya.

Diketahui, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna Penutupan Masa Sidang I Tahun Sidang 2020-2021 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober.

DPR saat itu memutuskan untuk mengetuk rancangan perundangan tersebut meski ada penolakan dari Fraksi Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

"Perlu kami sampaikan, berdasarkan yang kita simak dan dengar bersama. Maka sekali lagi saya butuh persetujuan dalam forum rapat paripurna ini. Bisa disepakati?" kata Azis sebelum mengetuk palu persetujuan.

"Setuju," jawab anggota dewan diiringi dengan ketukan palu dari pimpinan rapat.

Adapun pengesahan RUU Cipta Kerja ini mendapat persetujuan dari tujuh fraksi yaitu PDIP, Gerindra, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan Golkar.