JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut proses alih status kepegawaian melalui Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) tak bermasalah dan sudah klir. Seluruh prosedur dan tahapannya juga sudah diuji oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, hingga Komisi Informasi Publik (KIP).
Hal ini disampaikan Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri untuk menanggapi laporan hak asasi manusia (HAM) yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat. Dalam laporan itu, negeri Paman Sam ini menyoroti perihal pemberhentian 75 pegawai komisi antirasuah yang gagal dalam Asesmen TWK.
"Pada isu peralihan status pegawai, KPK melihat prosesnya telah klir karena prosedur dan tahapannya sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku," kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin, 18 April.
"Karena prosedur dan ahapannya sudah sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundangan yang berlaku dan telah diuji oleh MA, MK, bahkan Komisi Informasi Publik (KIP)," imbuh li.
KPK mengaku menghormati berbagai pandangan yang ditujukan ke lembaganya, termasuk yang ditulis dalam laporan ham yang dikeluarkan oleh Deplu Amerika Serikat. Apalagi, Ali bilang, hal semacam ini bisa menjadi penguatan dalam upaya memberantas korupsi di Tanah Air.
"Berbagai dialektika dan diskursus ini, kami menyakini sebagai langkah penguatan pemberantasan korupsi demi memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat," ujarnya.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, laporan hak asasi manusia yang dikeluarkan Amerika menyinggung perihal Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk mengalihkan status pegawai mereka menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Namun, ujungnya, 75 pegawai gagal termasuk sejumlah penyidik kawakan termasuk yang menangani kasus korupsi mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan mantan Menteri Kelautan Edhy Prabowo.
Para pegawai yang tidak lolos itu, masih dari laporan yang dikeluarkan Amerika, adalah mereka yang kerap mengkritisi pimpinan KPK dan perubahan undang-undang lembaga tersebut.
"LSM dan media melaporkan tes itu adalah strategi untuk memecat sejumlah penyidik, termasuk Novel Baswedan, penyidik kawakan yang berhasil memenjarakan Wakil Ketua DPR RI dan diserang menggunakan air keras oleh dua anggota polisi," demikian tulis laporan berbahasa Inggris tersebut.