JAKARTA - Sejumlah serikat pekerja atau buruh beserta elemen masyarakat akan menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja pada tanggal 6 hingga 8 Oktober di Gedung DPR RI.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana menyebut, aksi demo yang akan digelar nanti merupakan upaya terakhir untuk menjegal pengesahan RUU Cipta Kerja.
Sebab, pada tanggal 8 Oktober mendatang, pemerintah dan DPR akan menggelar rapat paripurna terkait pengambilan keputusan tingkat II untuk mengesahkan RUU Cipta Kerja.
"Ini adalah (unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja) terakhir dari kawan-kawan, yang memang harus kita tempuh sebagai jalan terakhir karena tidak ada pilihan lain," kata Arif dalam diskusi webinar, Minggu, 4 Oktober.
BACA JUGA:
Sejak awal, Arif menyatakan pihaknya secara tegas menolak RUU Cipta Kerja ketika masih dalam pembahasan aturan. Menurutnya, RUU kontroversial ini memiliki cacat formil, cacat prosedural, dan cacat materil.
"RUU ini menabrak berbagai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan, bahkan juga konstitusi sebagai hukum tertinggi di negara ini," ungkap Arif.
Ia melanjutkan, sikap pemerintah dan DPR dalam memproses RUU Cipta Kerja merupakan sebuah kejahatan konstitusi. Sebab, pembentukan aturan tersebut dianggap mengabaikan kepentingan rakyat.
Sejak awal, Arif menilai pembahasan RUU Cipta Kerja sangat tertutup, sembunyi-sembunyi, serta diskriminatif karena hanya melibatkan kelompok pengusaha tanpa partisipasi terhadap masyarakat yang akan terdampak.
"Bahwa rancangan Omnubus Law ini akan menjadi sebuah kejahatan terhadap konstitusi, betul sekali. Bukan hanya kejahatan, tetapi ini adalah bentuk pengkhianatan pemerintah dan juga DPR terhadap prinsip-prinsip demokrasi, prinsip-prinsip konstitusi, dan juga negara hukum," cecar Arif.
Diperkirakan, akan ada sekitar 20 ribu mobilisasi massa dari Jakarta, Banten, dan Jawa Barat yang akan menuju ke Gedung DPR RI. Jika ditambah dengan aksi unjuk rasa di provinsi lain, total massa yang akan berdemo sekitar 100 ribu orang.