JAKARTA - DPR dan pemerintah sepakat mengurangi jumlah pesangon karyawan yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin menyebut, pengurangan pesangon kepada pekerja merupakan dampak pelemahan kondisi ekonomi akibat pandemi COVID-19.
"Perubahan pesangon dalam klaster ketenagakerjaan dilandasi dengan kenyataan yang ada saat ini di masa pandemi. Para pelaku usaha mengalami gejolak ekonomi yang cukup terpuruk karena adanya COVID-19 yang terjadi di belahan dunia," kata Azis dalam keterangannya, Minggu, 4 September.
Azis menjelaskan, akibat pandemi COVID-19 yang telah berjalan selama 7 bulan, banyak pelaku usaha yang menjerit akibat lesunya kondisi perekonomian. Bahkan, tak sedikit di antaranya yang gulung tikar.
BACA JUGA:
"Tentunya kita harus melihat dari berbagai sudut pandang yang ada, perubahan skala pesangon 19 kali gaji ditambah Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebanyak 6 kali yang dilakukan pengelolaannya oleh Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan perhitungan dan melihat kondisi pandemi saat ini tentunya" tutur Azis.
Oleh sebab itu, politikus Golkar tersebut meminta buruh untuk mengerti kondisi yang terjadi akibat pandemi saat ini. Azis tak mau pelaku usaha dan investor minggat dari Indonesia dan melirik negara lain.
"Kalau pengusaha pergi dan dipersulit di masa pandemi saat ini, maka mereka akan berdampak cukup siginifikan dan berimbas pada minimnya lapangan pekerjaan nantinya" ucap dia.
Sebagai informasi, dalam rapat kerja Badan Legislasi DPR bersama pemerintah malam tadi, terjadi kesepakatan bahwa jumlah pesangon PHK mengalami pengurangan.
Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi mengusulkan penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 25 kali upah. Rinciannya, ada 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).
Hal ini mengubah aturan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang mengatur bahwa jumlah pesangon PHK maksimal sebanyak 32 kali upah.
"Dalam perkembangan dan memperhatikan kondisi saat ini, terutama dampak pandemi COVID-19, maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Yang menjadi beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji, ditambah dengan JKP sebanyak 6 kali yang dilakukan pengelolaannya oleh pemerintah," jelas Elen.