KSPI Tempuh Jalur Konstitusional Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja
Ilustrasi/Gedung Mahkamah Konstitusi (Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memilih menempuh jalur Mahkamah Konstitusi (MK) untuk uji materi Omnibus Law UU Cipta Kerja. 

Presiden KSPI Said Iqbal memastikan KSPI akan menguggat Omnibus Law UU Cipta Kerja agar dibatalkan. KSPI juga akan melanjutkan gerakan aksi secara konstitusional serta mengampanyekan alasan buruh menolak Omnibus Law khususnya klaster ketenagakerjaan.

Dalam keterangan tertulis yang dikutip Sabtu, 10 Oktober, KSPI menyertakan sejumlah poin dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dinilai tidak sesuai. 

Salah satunya soal uang pesangon yang dikurangi. KSPI menyebut pemerintah dan DPR sama-sama mengakui uang pesangon bagi yang terkena PHK dikurangi dari 32 kali menjadi 25 kali yakni 19 kali dibayar pengusaha dan 6 bulan melalui Jaminan Kehilangan Pekerjaan atau JKP yang akan dikelola BPJS Ketenagakerjaan.

“KSPI berpandangan, ketentuan mengenai BPJS Ketenagakerjaan yang akan membayar pesangon sebesar 6 bulan upah tidak masuk akal. Dari mana sumber dananya? pengurangan terhadap nilai pesangon, jelas-jelas merugikan kaum buruh,” kata Said Iqbal.

Selain itu, Omnibus Law menurut Said Iqbal juga tak mengatur batasan waktu buruh kontrak atau outsourcing. 

“Maka besar kemungkinan tidak ada pengangkatan karyawan tetap. Ketika tidak pengangkatan, dengan sendiri pesangon akan hilang atau tidak lagi didapatkan buruh,” katanya. 

Presiden Jokowi sebelumnya  menegaskan UU Cipta Kerja sangat dibutuhkan untuk mendorong penciptaan lapangan kerja. Kondisi pandemi COVID-19 membuat para pekerja terdampak hingga kehilangan pekerjaan karena PHK.

“Dalam rapat terbatas saya tegaskan mengapa kita membutuhkan UU Cipta Kerja. Pertama setiap tahun ada sekitar 2,9 juta penduduk usia kerja baru anak muda yang masuk ke pasar kerja, sehingga kebutuhan akan lapangan kerja baru sangat sangat mendesak,” kata Jokowi.

Jokowi mengulas kondisi di tengah pandemi COVID-19 terdapat 6,9 juta pengangguran dan 3,5 juta pekerja terdampak COVID-19. Sebanyak 87 persen dari total penduduk bekerja sambung Jokowi memiliki tingkat pendidikan SMA ke bawah.

“Sehingga perlu mendorong penciptaan lapangan kerja baru khususnya di sekotr padat karaya, jadi UU Cipta Kerja bertujuan menyediakan lapangan kerja sebanyak banyaknya bagi para pencari kerja serta para pengangguran,” tegas Jokowi.

Sementara soal penolakan yang disuarakan sejumlah pihak termasuk lewat demo, Kamis, 8 Oktober, Jokowi meminta agar penolakan dilakukan lewat jalur konstitusi yakni mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Kalau masih ada, jika masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja silakan mengajukan uji materai atau judicial review melalui MK. Sistem ketatanegaraan kita mengatakan seperti itu, kalau masih ada yang tidak puas dan menolak silakan diajukan uji materi ke MK,” tegas Jokowi.